Kuasa hukum IDF, Jelani Christo mengatakan bahwa pihak keluarga menginginkan korban dihukum seberat-beratnya.
"Oleh sebab itu pada waktu selesai rekonstruksi kami meminta untuk penyidik memasukkan pasal 340 pembunuhan berencana, tetapi itu tidak dihiraukan oleh penyidik sendiri," ujarnya kepada wartawan, Senin (6/5/2024).
Di tempat yang sama, Hartoni Edi yang juga kuasa hukum IDF merasa heran dengan vonis hakim lebih rendah dari JPU.
Ia mengatakan, seharusnya hukuman untuk kedua terdakwa diberatkan karena merupakan aparat penegak hukum.
Baca juga: Polisi Tembak Polisi di Bogor, Kompolnas Minta Polri Sampaikan Hasil Penyidikan Secara Transparan
"Pasal pemberatan itu diterapkan kepada pelaku apabila dia merupakan aparat penegak hukum. Pasal pemberatan intinya berbunyi apabila pelaku melakukan tindakan pidana maka akan ditambahkan sepertiga dari tuntutan," kata Hartoni Edi.
Dengan begitu, kata dia, maka hukuman yang harus ditanggung oleh kedua terdakwa ini mencapai 20 tahun jika dikaitkan dengan pasal pemberatan tersebut.
Akan hal tersebut, ia pun mengaku sangat tidak puas dengan putusan pengadilan yang dirasa tidak memberikan keadilan untuk korban.
"Tapi ini diberikan hukuman hanya 50 persen dari yang seharusnya. Ini aparat hukum yang tahu soal penggunaan senjata jadi harusnya wajar dihukum berat kalau dengan sengaja menggunakannya untuk membunuh orang lain," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, IDF merupakan anggota Densus 88 Antiteror berpangkat bripda yang tewas tertembak rekannya yakni Bripda IMS dan Bripka IG di Rusun Polri Cikeas, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor pada 23 Juli 2023 lalu.
Penulis: Muamarrudin Irfani
Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Vonis Terdakwa Kasus Polisi Tembak Polisi di Bogor Tak Sesuai Harapan, Kuasa Hukum Korban Heran
dan
Babak Akhir Kasus Polisi Tembak Polisi di Bogor, Terdakwa Divonis 2 Tahun Lebih Rendah dari JPU