TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Solidaritas Merah Putih (Solmet) Kamaludin mengutuk keras aksi sekelompok warga yang menggeruduk mahasiswa katolik yang tengah melakukan ibadah doa Rosario di Rumah Kontrakan di Jalan Ampera, Setu, Tangsel, Banten.
Solmet juga meminta aparat penegak hukum dan pihak terkait untuk mengusut tuntas, memenjarakan, dan membawa seluruh orang-orang yang terlibat ke pengadilan dalam peristiwa itu.
Kamaludin yang berdomisili di Serang, Banten, menyatakan bahwa kondisi toleransi beragama saat ini mulai menunjukkan degradasi pemikiran dan pengetahuan tentang beragama pada masyarakat saat ini.
Apalagi doktrin-doktrin pada era digitalisasi ini, kata dia, masyarakat terkadang menerima atas apa yang dilihat dan didengar tanpa saringan tuntunan pemuka agama yang benar.
"Efeknya adalah munculnya kelompok-kelompok Radikal dan Intoleran yang sangat berbahaya di masyarakat kita. Saat Ini Indonesia sudah memasuki darurat toleransi beragama," ujarnya.
“Saya sebagai Muslim merasa malu apa yang dilakukan oleh Ketua RT Diding dan oknum masyarakat ini. Kok anak-anak muda yang sedang melakukan kebaikan bukan melakukan kejahatan dengan beribadah malah dilarang, dianiaya bahkan dibacok," ujar Kamaludin, Rabu (8/5/2024).
Baca juga: Video Penangkapan Sejumlah Orang terkait Kasus Mahasiswa Katolik Digeruduk Warga Saat Ibadah
Menurut dia tindakan itu tidak mencerminkan ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin sesuai perilaku nabi.
"Perilaku mereka ini malah mencerminkan lebih biadab dari PKI. Kami meminta agar tidak usah ada perdamaian dan semua pelaku harus dibawa ke pengadilan agar ada efek jera kepada masyarakat lainnya dan peristiwa ini menjadi yang terakhir terjadi di bumi Indonesia yang kita cintai," ujarnya.
Dikatakan bahwa peristiwa ini tentunya sangat memalukan dan mencederai hubungan toleransi beragama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Dan tentunya untuk kesekian kalinya peristiwa serupa terjadi lagi di Bumi NKRI, ini bukan saja membuat malu kita sebagai anak bangsa tapi juga memalukan kita dimata dunia Internasional," ujarnya.
Solmet meminta kepada Presiden RI, Kapolri dan Menteri Agama untuk pro aktif dan segera mengevaluasi situasi dan kondisi seperti ini agar tidak terulang kembali.
"Peristiwa ini bukan sekedar peristiwa lokal di Tangsel tapi sudah memalukan kita semua Bangsa Indonesia dan juga di mata dunia internasional," katanya.
Menurut dia kalau saja dalam pemahaman tolerasi beragama dipahami masyarakat dengan baik dan benar maka peristiwa ini tidak mungkin terjadi.
Dia mengatakan doa Rosario bagi umat Khatolik, tidak ubahnya seperti umat Islam melakukan kegiatan seperti selamatan, syukuran, tahlilan dan sebagainya yang biasa dilakukan di rumah rumah dan tidak perlu minta ijin kepada siapapun.
Di tempat terpisah, Edi Wibowo, Ketum Assalam Banten (Aliansi Santri dan Majelis Zikir Banten) menyayangkan peristiwa penganiayaan terhadap orang yang mau melakukan ibadah di rumah.
Menurut dia hal ini melanggar hak yang paling Asasi sesuai UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
"Faktanya toleransi beragama ini terkoyak-koyak dengan adanya peristiwa yang mengakibatkan penganiayaan dan pembacokan.," katanya.
Selain melanggar UUD 1945, Edi Wibowo mengatakan perbuatan para pelaku juga sudah melakukan tindak pidana sesuai Pasal 2 ayat 1 UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 170 KUHP terkait Pengeroyokan juncto Pasal 351 KUHP ayat 1 penganiayaan juncto Pasal 335 KUHP ayat 1 tentang pemaksaan disertai ancaman kekerasan atau perbuatan kekerasan juncto Pasal 55 KUHP ayat 1.
"Ini tentunya memalukan dan mencederai toleransi beragama di wilayah Banten,” tegas Edi Wibowo yang saat ini mengkoordinasikan kurang lebih 1000 pesantren dan Majelis Zikir se Banten.
Untuk itu, lanjut Edi Wibowo, meminta aparat Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan untuk memproses dan menindak tegas para pelaku-pelaku tersebut berdasarkan hukum yang berlaku agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat lainnya bahwa negara ini berdasarkan hukum dan masyarakat dilindungi oleh UU dalam kebebasan beragama untuk melakukan ibadah sesuai kepercayaannya masing-masing.