"Yang pasti iya pak tidak berkenan. Bapak enggak tau kan masalah inti di dalamnya? Bapak cuma melihat kulitnya doang kan. Jadi kita sudah musyawarahkan tempat ini kita close untuk siapapun, kalau memang mau nyari informasi di kantor kami," tegasnya.
Ia pun berkilah langkah bijaksana yang diambil itu bertujuan untuk memberikan rasa nyaman kepada kelurga Gibran dan juga menghindari kesenjangan sosial di wilayah setempat.
"Bukannya kita tidak menghormati dan tidak berterimakasih atas perhatiannya, kita ingin menjaga hak keluarga. Kita yang mengatur pak, karena dengan begini akan ada kecemburuan sosial, begini 'kok yang diperhatikan dia doang, padahal kan masih banyak rakyat kita yang butuh perhatian'," katanya.
Setelah berbincang saling menjelaskan maksud dan tujuannya, suasana di lokasi itupun pun kembali cair.
Rumahnya dalam pengawasan
Hamzah, pria yang berprofesi sebagai pekerja bangunan, merasa terpukul.
Pria berambut ikal itu tak menyangka jika keluarganya kini jadi sorotan.
Hamzah sedih karena putranya yang bernama Gibran viral karena merasa kelaparan.
Baca juga: Harta Kekayaan Camat Bojonggede di LHKPN Tembus Rp 6 Miliar tapi Ada Warganya Menangis Kelaparan
Kesedihan Hamzah bertambah karena istrinya malah memarahi Gibran, bukannya memberi makan Gibran yang lapar.
Atas peristiwa kelaparan yang menimpa Gibran, kini rumah Hamzah di Desa Rawapanjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, disambangi banyak orang yang datang karena rasa simpatik.
Pemerintah Kecamatan Bojonggede dan perangkat Desa Rawapanjang pun segera mendatangi lokasi.
Walhasil Hamzah sekeluarga menerima bantuan.
Hanya saja yang jadi sorotan adalah ketika rumah Hamzah diberi tanda khusus.
Kertas putih bertuliskan rumah dalam pengawasan tertempel di dinding rumah Hamzah.
Usut punya usut, surat yang ditulis menggunakan pulpen tersebut dibuat oleh inisiatif RT setempat.