Dengan begitu, posisi sejak Sadira merasakan rem bus blong hingga terguling hanya sekitar 400 meter.
"Saat memasuki turunan perempatan Sariater, tiba-tiba saya tekan rem, perseneling saya masukin gak masuk-masuk, ternyata anginnya tiba-tiba abis," terangnya.
Setelah mengetahui bahwa rem kendaraan yang dikemudikannya blong, Sadira mencari jalur penyelamat, tetapi tak ada.
Apabila bus terus dibawanya dalam kondisi blong, ia khawatir hal itu akan mengakibatkan banyak korban.
"Saya sudah panik saat tahu rem blong. Waktu itu mau saya terusin takut tambah banyak korban karena akan banyak kendaraan yang tertabrak nantinya," paparnya.
Atas dasar itu, ia memutuskan mengarahkan busnya ke kanan.
Alhasil, kendaraan itu menyenggol Daihatsu Feroza dan dua motor.
Ia memilih membuang bus ke arah kanan karena saat itu di depannya ada sekitar lima motor.
"Jadi tak ada pilihan lain waktu itu, lebih baik saya buang kanan dan benturkan ke tiang listrik hingga akhirnya terguling dan terhenti," ucapnya.
Namun, upayanya untuk meminimalisir jumlah korban justru gagal.
Bus yang dengan sengaja ia tabrakkan ke tiang listrik di sebelah kanan tersebut malah membuat bus terguling dan terseret.
Kejadian itu mengakibatkan 10 orang tewas, empat di antaranya karena tertindih bodi bus yang terseret saat terguling.
Sementara itu, satu korban tewas lain adalah pengendara motor.
"Saya tidak menyangka mobil tersebut akan terguling," terangnya.