TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) diminta memeriksa hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Ronald Tannur dibebaskan dari segala dakwaan terkait kasus penganiayaan yang membuat kekasihnya, Dini Sera Afrianti, tewas.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menduga dan merasa curiga bahwa adanya proses hukum yang tidak benar, mengingat vonis hakim dengan tuntutan jaksa sangat berbanding jauh.
"Saya minta Komisi Yudisial periksa semua hakim yang menangani perkara tersebut. Karena para hakim dengan jelas menampilkan sebuah kecacatan hukum kepada masyarakat," kata dia dalam keterangannya Kamis (25/7/2024).
"Dan Kejagung juga harus langsung ajukan banding terkait vonis bebas tersebut, jangan sampai tidak. Kalau dibiarkan begini, seluruh masyarakat Indonesia pasti kecewa dengan proses hukum kita,” lanjut Sahroni.
Sebagai pimpinan Komisi III DPR yang membidangi Hukum dan HAM, Sahroni merasa sangat malu dengan putusan tersebut.
Dia mengatakan vonis tersebut membuat rusak penegakan hukum di tanah air.
"Kasus ini kan bukti-buktinya sudah jelas, rekamannya ada, korban sampai meninggal, masa iya pelakunya bebas? Ngaco aja, jauh sekali dari tuntutan jaksa. Jadi teruntuk hakim yang menangani kasus ini, Anda sakit dan memalukan," tandasnya.
Adapun dalam amar putusannya, ketua majelis hakim PN Surabaya Erintuah Damanik mengatakan Ronald dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki.
Padahal, jaksa dalam sidang sebelumnya menuntut Ronald hukuman 12 tahun dan ganti membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta.