Bahkan, di samping kanan dan kiri juga masih berdiri pohon rindang dan lebat.
Dijelaskan Sumali, saat hendak mengantarkan jenazah ke Jipurapah, pihak keluarga tidak mempunyai cukup uang untuk menyewa ambulans.
“Jaraknya itu kurang lebih 3 kilometer. Jadi harus ditandu sama warga,” ucap Sumali yang juga menjabat sebagai ketua badan permusyawaratan desa (BPD) Jipurapah, dikutip dari TribunJatim.com.
Tak Mau Pinjamkan Ambulans, Alasan Tidak Jelas
Selain itu, alasan warga untuk menandu jenazah dengan berjalan kaki itu dikarenakan ambulans yang disebut tidak tersedia.
Sumali mengaku pemdes tidak mengizinkan ambulans digunakan.
Ia pun tidak mengetahui alasan pasti mengapa ambulans tidak boleh digunakan.
“Dari masyarakat Jipurapah ini sudah berkomunikasi dengan pihak desa, kalau mau meminjam ambulans desa. Tapi, katanya tidak boleh diangkut pakai ambulans. Alasannya tidak jelas,” tambahnya, dikutip dari TribunJatim.com, Selasa (6/8/2024).
Keluarga Tak Punya Cukup Biaya
Pihak keluarga tidak memiliki cukup biaya untuk menyewa mobil yang khusus mengangkut jenazah tersebut.
"Kalau mau sewa, mengeluarkan biaya lagi. Pihak keluarga ini tidak punya banyak biaya," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihak warga memilih jalan pintas untuk menandu jenazah dengan berjalan kaki sejauh 3 kilometer meskipun jarak yang ditempuh sangat jauh.
Baca juga: 4 Fakta Viral Semburan Air Sumur Bor di Sampang, Air Jernih tapi Sedikit Asin, Ini Kesaksian Warga
Harapan Warga Jipurapah
Dengan peristiwa miris ini, Sumali berharap adanya solusi dari pemerintah desa ataupun pemerintah daerah agar lebih memperhatikan fasilitas masyarakat.
Apalagi terhadap masyarakat kecil yang memerlukan fasilitas layak.
"Semoga ada kebijakan yang jelas dan memihak masyarakat kecil. Kasihan warga apalagi jarak desa ke desa di tempat ini sangat jauh, jadi pasti membutuhkan fasilitas jika ada kejadian seperti ini," pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Ikhlas Puluhan Warga Jombang Tandu Jenazah 3 Km usai Tak Diizinkan Pakai Ambulans, Pemdes: Tak Boleh
(mg/alinda tyas praftina)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS).