Marzuki mengungkapkan kondisi ayah korban, Safarudin, masih sangat terpukul dan kebingungan.
Tak jarang Safarudin terlihat stres dan menangis memikirkan nasib anak sulungnya yang harus bernasib tragis.
"Agak beda sekarang, mudah kepikiran dan masih stres. Ayahnya itu nangis-nangis terus kalau teringat ke anaknya," katanya.
Kronologis Kejadian
Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihartono didampingi Dirkrimum Polda Sumsel Kombes M Anwar Reksowidodo, menjelaskan kronologis kejadian tersebut.
Peristiwa ini berawal adanya pagelaran kuda lumping tidak jauh dari lokasi tersebut.
Keempat tersangka yakni IS (otak pembunuhan), MZ, NZ dan AS. Mereka bertemu AA saat menonton kuda lumping.
"Awalnya ada kuda lumping di kawasan itu lalu N (teman wanita korban), mengajak korban untuk nonton kuda lumping," ungkap Harryo.
Saat itu korban dan N berjanji bertemu di tempat pergelaran kuda lumping.
Lalu korban bertemu dengan 4 pelaku dan salah satunya adalah pelaku IS, remaja yang jatuh hati dengan korban.
Namun diketahui cinta IS terhadap AA bertepuk sebelah tangan, korban menolak cinta IS.
"Usai bertemu disana, kemudian korban diajak ke pembakaran mayat (krematorium) Sapurna. Disanalah pelaku IS dan tiga melakukan penganiayaan terhadap korban, dan rudapaksa," katanya.
IS melakukan penganiayaan dengan cara menyekap korban dengan kedua tangannya sambil merudapaksa korban.
Sedangkan tiga temannya memegangi tangan dan kaki korban. Korban pun kehabisan oksigen dan meninggal dunia.
"Dari tempat tersebut kembali, korban digotong (angkat-red) ke empat pelaku menuju TKP ke dua TPU Talang Kerikil. Disana dengan posisi sudah meninggal korban pun dirudapaksa kembali oleh rekan-rekan pelaku," bebernya.