TRIBUNNEWS.COM - Kriminolog Anak Universitas Indonesia, Haniva Hasna ikut menyoroti hebohnya kasus 4 bocah rudapaksa dan pembunuhan siswi SMP AA (13) di Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Ia mengingatkan betapa bahayanya konten pornografi terhadap perkembangan otak anak.
Bahkan Haniva menyebut, otak anak di bagian prefrontal cortex bisa rusak karena paparan pornografi.
"Ketika anak terpapar pornografi, prefrontal cortex ini rusak. (Prefrontal cortex) tempat pengambilan keputusan, ini yang harus direhabilitasi," katanya dikutip dari kanal YouTube KompasTV, Senin (9/9/2024).
Menurut Haniva keempat tersangka dalam kasus ini tidak cukup jika hanya menjalani rehabilitasi.
Perlu terapi lain, seperti penanaman pentingnya nilai agama dan perilaku budi pekerti di masyarakat.
Kenapa anak berbuat jahat?
Haniva dalam kesempatannya membeberkan empat faktor yang mendorong anak berbuat jahat.
Pertama, ia menyoroti pentingnya peran dan pola asuh orang tua terhadap anak.
Haniva menduga orang tua dari para tersangka tidak menjalankan perannya dengan baik.
"Bagaimana selama ini orang tua mengasuh anak-anaknya, sehingga bisa melahirkan anak yang tidak bermoral, anak yang tidak bernilai, anak yang tidak tahu konsekuensi setelah apa yang dia lakukan," katanya.
Kedua menurut Haniva terkait peran sekolah dari para tersangka.
Ia menekankan apakah sekolah sudah melakukan pendidikan karakter dan budi pekerti yang baik.
Haniva juga menyenangkan ada penghapusan beberapa mata pelajaran yang tujuannya mendidik pribadi para siswa.
"Beberapa mata pelajaran sudah dihilangkan yang membuat anak anak-anak kehilangan akhlak, kehilangan kendali, tidak tahu apa yang harus dilakukan dan lepas kontrol," tegasnya.
Baca juga: Fakta Baru Pembunuhan Siswi SMP di Palembang, Polisi Sebut Pelaku Beraksi dalam Keadaan Sadar
Faktor ketiga, Haniva menyinggung pergaulan para tersangka.
Ia mempertanyakan apakah selama ini para tersangka berada di lingkungan yang baik.
Haniva menilai peran teman sangat mempengaruhi tingkah laku keempat tersangka.
Faktor terakhir, terkait pola konsumsi konten di media sosial.
"Karena bagaimanapun juga media sekarang menguasai anak-anak. Jadi kejahatan ada di tangan, neraka ada di tangan anak-anak," lanjutnya.
Dorong revisi Undang-undang
Haniva turut berkomentar terkait keputusan polisi merehabilitasi 3 pelaku sudah tepat.
Langkah aparat sudah sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 32.
"Kalau kita mengacu sistem peradilan pidana anak, ini sudah sangat tepat. Karena yang bisa diproses di atas 14 tahun," katanya.
Meskipun demikian, Haniva menilai tindakan yang dilakukan para pelaku sudah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa.
"Kita melihat dari perilaku kejahatan yang dilakukan, ini kejahatan luar biasa."
"Nggak mungkin masyarakat tidak marah dengan kondisi ini," lanjutnya.
Oleh karenanya, Haniva mendorong pemerintah segera merevisi UU Nomor 11 Tahun 2012.
Menurut hematnya, dengan pembaharuan aturan, dapat memberikan keadilan kepada korban dan keluarganya.
"Sudah saatnya undang-undang itu direvisi. Ketika ada kasus-kasus yang luar biasa, harusnya ada undang-undang luar biasa juga mengatur," tegasnya.
Baca juga: 3 Pembunuh Putrinya Tak Ditahan, Ayah Siswi SMP di Palembang: Kacau Pikiran, Itu Anak Emas Saya
1 Tersangka Ditahan, 3 Lainnya Direhabilitasi
Polrestabes Palembang sudah menetapkan 4 orang pelaku.
Mereka adalah IS (16) sebagai pelaku utama atau otak dari kasus ini dan teman-temannya, MZ (13), MS (12) dan AS (12).
Polisi sudah menahan IS, sedangkan nasib tiga tersangka lainnya tidak ditahan.
Mereka dibawa ke luar daerah untuk menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (PSRABH) di Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihartono membenarkan informasi di atas.
Ia mengatakan, keputusan rehabilitasi sudah sesuai aturan hukum dan komunikasi dengan sejumlah pihak.
Ada juga pertimbangan untuk menjaga keselamatan nyawa ketiganya.
"Hal ini hasil kesempatan pihak orang tua, karena mempertimbangkan keselamatan jiwa ketiga pelaku ini," katanya, dikutip dari TribunSumsel.com.
Harryo melanjutkan, para tersangka saat ini dalam pengawasan Keluarga dan pihak Dinas Sosial serta kepolisian.
Sementara nasib dari tersangka IS harus siap dipenjara.
Ia dijerat pasal perlindungan anak, dan pembunuhan berencana pasal 76 C juncto pasal 80 ayat 3, pasal 76 D Juncto Pasal 81, Pasal 76 E Junto Pasal 82.
IS terancam hukuman 15 tahun penjara atau denda senilai Rp3 miliar.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Kecewanya Ayah AA Dengar 3 Bocah Pembunuh Anaknya Tak Dipenjara, Kasus Siswi SMP Palembang Dibunuh
(Tribunnews.com/Endra)(TribunSumsel.com/Rachmad Kurniawan)