TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dr Yan Wisnu Prajoko mengungkap bentuk bullying atau perundungan yang terjadi terhadap mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi.
Kasus perundungan di PPDS Undip mencuat setelah meninggalnya Dokter Aulia Risma Lestari (30).
Yan Wisnu mengatakan praktik perundungan di PPDS Undip terjadi secara sistematik dan kultural.
Menurutnya perundungan dalam bentuk kekerasan fisik hingga jam kerja.
"Kalau perundungan fisik tidak terlalu banyak. Lebih banyak terkait perundungan jam kerja dan iuran," kata Yan Wisnu dalam konferensi pers di Gedung A FK Undip Semarang, Jumat (13/9/2024).
Yan Wisnu mengatakan, perundungan melalui beban jam kerja bisa terjadi karena bagian anestesi melekat dengan semua layanan operasi di rumah sakit.
Baca juga: Dokter Aulia Risma Dipastikan Alami Perundungan Sebelum Meninggal, Pelaku Disebut Manfaatkan Posisi
PPDS anestesi juga tak hanya melayani di bagian ruangan ICU, tapi melayani di titik-titik layanan lainnya.
Artinya, PPDS anestesi lebih berat dibandingkan PPDS lain secara beban kerja.
"Seharusnya dari 84 mahasiswa PPDS dengan 20 dokter di RSUP dr Kariadi Semarang, kalau tidak bisa membagi, ini perlu pendalaman. Semestinya kalau beban kerja besar dengan SDM juga besar, maka potensi kerja overtime seperti ini tidak muncul," katanya.
Tiga Mahasiswa Dikeluarkan Karena Kasus Perundungan
Yan Wisnu mengatakan kasus perundungan di FK Undip Semarang sebelumnya juga pernah terjadi.
Menurut dia, dalam rentang waktu 2021-2023 ada 3 mahasiswa dikeluarkan akibat kasus perundungan.
Belum lagi belasan pelaku perundungan lainnya yang hanya diberi sanski skorsing maupun teguran.
"Kasus itu tidak hanya Prodi Anestesi, tetapi macam-macam (prodi)," paparnya.
Baca juga: Dukungan Pengusutan Kasus Kematian Dokter Aulia Risma Datang dari Berbagai Pihak, Termasuk Kemenkes
Ketika pelaku perundungan terhadap dr Aulia Risma Lestari terungkap, dr Yan menuturkan sanski sudah menunggu bagi pelaku.