Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Data Kementerian Komunikasi dan Informatika, dari jumlah pengguna internet sebanyak 82 juta orang, terdapat sekitar 58,63 juta pengguna e-commerce dengan konsumsi sebesar Rp 453,75 triliun per tahun 2023.
Meskipun data ini menunjukkan angka yang signifikan, namun sayangnya tren ini tidak berlaku di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya di Maluku Utara.
Riset yang dilakukan Urala Indonesia yang berkaitan dengan kebiasaan berbelanja masyarakat menemukan fakta mengejutkan.
Baca juga: E-Commerce Ini Terbaik dalam Indikator Kepuasan Pembeli hingga Penjual Brand Lokal & UMKM
"Dari jumlah 372 responden, hanya 7 persen responden yang pernah melakukan transaksi dan belanja online," kata Rian Mohamad Yusuf, Direktur Urala Indonesia dalam paparannya, Kamis (19/9/2024).
Artinya, mayoritas masyarakat setempat masih melakukan pembelanjaan secara tradisional atau offline.
Sementara untuk pemasaran digital, platform Facebook menjadi yang paling dominan di sini setelah pemasaran melalui TV dan OoH.
Survei afiliasi dari Urala International yang berpusat di Tokyo, Jepang ini menunjukkan masyarakat di lima kota utama di Maluku Utara, yakni Ternate, Tobelo, Jailolo, Sofifi, dan Weda masih sangat bergantung pada toko-toko sembako atau kelontong yang berlokasi dekat dengan tempat tinggal mereka.
Sebanyak 54 persen responden menyatakan bahwa mereka lebih memilih berbelanja secara offline karena jarak yang dekat, memungkinkan mereka untuk membeli kebutuhan dengan mudah tanpa perlu menunggu dan transaksi dilakukan secara tatap muka.
"Kenyamanan ini menjadi salah satu alasan utama masyarakat setempat masih melakukan pola belanja tradisional," katanya.
Fakta ini menyoroti perbedaan signifikan dalam kebiasaan belanja antara wilayah perkotaan dan daerah yang lebih terpencil.
Baca juga: Perusahaan e-commerce Amerika Serikat, Etsy Mendapat Untung dari Bisnis di Pemukiman Ilegal Israel
Di Maluku Utara, dengan jarak yang relatif dekat antar tempat, berbelanja secara offline di toko sembako atau kelontong dinilai lebih efisien dari segi biaya, waktu, dan jarak.
Kemudahan akses ke toko-toko ini menjadi faktor kunci yang membuat masyarakat lebih memilih berbelanja secara langsung.
“Saya itu belanja kalau butuh saja. Kapan sudah butuh, saya pergi ke toko untuk beli yang dibutuhkan, seperti beras, gula, minyak. Semua sudah tersedia di toko, pasti ada. Jadi tidak ada terpikir untuk belanja online, yang dekat saja.” ujar Herlina, salah satu responden berusia 34 tahun yang tinggal di Ternate, Maluku Utara.
Sementara untuk teknik pemasaran tradisional di Maluku Utara masih memiliki daya saing yang kuat dibandingkan dengan pemasaran digital, yang belum sepenuhnya mendominasi wilayah tersebut.
Sebanyak 38 persen responden mengaku sering melihat iklan produk melalui banner atau poster di jalanan, sementara 54 persen responden memilih televisi dan 50 persen menganggap Facebook sebagai saluran pemasaran digital yang paling sering diakses.