News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dipecat Terkait Kesalahan Pemasangan Police Line Kasus BBM, Begini Pengakuan Ipda Rudy Soik

Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ipda Rudy Soik dipecat dari anggota Polri setelah ungkap kasus mafia BBM.

TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Ipda Rudy Soik.

Sanksi tersebut merupakan keputusan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri.

“Tanggal 11 Oktober 2024 diadakan sidang pembacaan tuntutan putusan, saya tidak hadir. Karena sudah sejak hari pertama saya sudah sampaikan ke komisi sidang agar saya tidak ditekan dan tidak diintimidasi secara kewenangan. Saya merasa ditekan dalam memberikan keterangan,” ujarnya kepada POS-KUPANG.COM, Sabtu (11/102024).

Baca juga: Pemecatan Ipda Rudy Soik Tuai Kontroversi, Kapolri Diminta Mengkaji Ulang Keputusan

Rudy mengatakan pemasangan police line, harus ada serangkaian cerita yang mendasari hal tersebut dilakukan.

Namun saat sidang dirinya hanya diberi kesempatan menjelaskan tentang tanggal 27 Juni 2024, hari dilakukan pemasangan police line tersebut.

“Seharusnya kenapa saya memasang police line pada tanggal 27 itu yang harus perlu dijelaskan. Tetapi saya tidak diberi ruang untuk menjelaskan sampai akhir,” ungkap Rudy.

Dijelaskan Rudy, dia diberikan kesempatan menanyakan salah satu pemilik tempat dipasang police line tersebut dengan kondisi yang tidak ada minyak dalam drum itu.

“Jadi saya bertanya apakah Krimsus pada tanggal 27 saya pergi, kamu menjelaskan kepada saya bahwa minyak krimsus itu ilegal dia mengakui dalam sidang. Saya bertanya lagi beberapa fakta, apakah kamu juga pernah memberikan anggota uang senilai Rp15 juta sebelum saya datang, dia mengaku itu. Saya sampaikan tetapi langsung di ‘cut’ dan dibilang kamu jangan melebar ke mana-mana,” kata Rudy menirukan suasana sidang.

Menurut Rudy sikap ini berarti dalam sidang tersebut tidak mencari fakta dan konstruksi, yang harus dilihat dalam fakta persidangan.

“Jadi terkesan saya melanggar SOP pemasangan police line. Makanya saya bertanya, kok itu dianggap berbelit-belit. Saya kan tanya kalau seandainya saya salah dalam pemasangan police line itu, lalu yang benarnya di mana. Perlihatkan kepada saya dan jelaskan aturannya mana,” kata Rudy.

Rudy menegaskan yang harus diketahui bahwa dirinya tidak serta merta ada di tempat Ahmad atau Algajali lokasi pemasangan police line. Sebelum pemasangan telah dilakukan serangkaian penyelidikan atas dugaan tindak pidana. 

“Itukan ada surat tugasnya. Pelaksanaan kegiatan itu saya juga melapor pada atasan. Saya sampaikan ke komisi sidang harusnya pengawasan pimpinan terhadap saya itu langsung dari Polresta. Saya melaksanakan tugas ini saya lapor dua tingkat ke atas,” jelasnya.

Berbicara tentang etika lanjut Rudy, banyak penyimpangan yang dilakukan oleh oknum Polri yang lebih buruk dari sekedar pemasangan Police line. 

Baca juga: Ipda Rudy Soik Blak-blakan Soal Sanksi Pemecatan Usai Ungkap Mafia BBM, Merasa Ditekan Saat Sidang

“Kalau bicara tentang etika, masih banyak penyimpangan yang dilakukan oknum Polri lebih buruk daripada yang tertuduh kepada saya. Saya pasang police line terkait mafia minyak yang ada di Kota Kupang menggunakan barcode nelayan, kok saya bisa disidang PTDH," kata dia.

Pemecatan tersebut membuat Ipda Soik kaget. Propam memberikan sanksi PTDH  artinya mereka menganggap bahwa itu terbukti.

"Fakta sidangnya kan saya minta perlihatkan tahapan mana yang saya langgar Kalau bicara tentang korelasi sprint gas, bukan saya sendiri yang bertugas. Kalau saya memerintah anggota saya, saya bertanggung jawab atas anggota itu. Tetapi kalau mereka melihat secara korporasi. Mereka tahu ada jenjang di atas saya. Saya tidak pernah menyudutkan siapapun. Tetapi sebagai warga negara yang taat hukum, kita ikuti prosesnya artinya ini belum bersifat final,” tutupnya.

Penjelasan Polda NTT

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda NTT,  Kombes Ariasandy membeberkan hasil sidang kode etik terhadap Ipda Rudy Soik.

Lewat keterangan resminya, Ariasandy mengatakan, sidang dilaksanakan pada hari Kamis dan Jumat, yaitu tanggal 10 dan 11 Oktober 2024, pukul 10.00 hingga 17.00 Wita, bertempat di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT. 

 Baca juga: Ipda Rudy Soik Sebut Pemecatannya setelah Ungkap Mafia BBM Hal Menjijikkan: Saya Benar-benar Ditekan


“Pemeriksaan Sidang Kode Etik tersebut  bertujuan untuk memeriksa dan mendengarkan keterangan saksi saksi. Alat bukti dan keterangan terduga pelanggar Ipda Rudy Soik dan hasil pemeriksaan sidangnya Ipda RS dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi berupa Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, dan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri,” ujarnya Sabtu, 12 Oktober 2024.

Dijelaskan Ariasandy, dalam proses pemeriksaan sidangnya, Pendamping (Kuasa Hukum) Ipda RS menanggapi secara lisan tuntutan penuntut yang pada intinya :

Pertama, meminta maaf kepada institusi Polri atas perbuatan terduga pelanggar karena telah mencoreng nama baik Institusi Polri, dan tindakan terduga pelanggar yang tidak kooperatif, tidak sopan dalam persidangan hingga meninggalkan ruangan persidangan;

Kedua, bahwa selaku pendamping tidak akan mengajukan pembelaan lagi karena terduga pelanggar sendiri tidak kooperatif dalam persidangan, meninggalkan ruang sidang, tidak bersedia mendengarkan penuntutan dan putusan hingga persidangan dilanjutkan tanpa kehadiran terduga pelanggar di persidangan (in absentia);

 
“Dalam mengambil keputusannya, majelis sidang Komisi Kode Etik mempertimbangkan persangkaan, tuntutan dan tanggapan dari pendamping terduga pelanggar sebagaimana tersebut di atas dan penilaian terhadap seluruh fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,” jelasnya.

Fakta yang terungkap dalam persidangan berupa keterangan para saksi atas nama Ahmad Anshar, Algajali Munandar, AKP Yohanes Suhardi, S.Sos., M.H,  IPDA Andi Gunawan, Aipda Ardian Kana, Bripka Jemi O. Tefbana, Briptu Dewa Alif Ardika dan Kombes Pol Aldinan RJH Manurung, S.H., S.I.K., M.Si. pada intinya membenarkan bukti-bukti yang diajukan oleh Akreditor, baik oleh terduga Pelanggar maupun kuasa hukumnya.

Menurut Ariasandy mereka mengakui bukti dan fakta tersebut, tidak mengajukan bukti atau pembelaan selain meminta maaf dan mengakui adanya perbuatan yang merugikan Institusi Polri.

Saat persidangan sedang berlangsung Ipda Rudy Soik keluar dari ruangan sidang, di saat pembacaan tuntutan dan tidak bersedia mendengarkan tuntutan dan putusan.

“IPDA RS telah melakukan perbuatan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan melakukan pemasangan Police Line (garis Polisi) pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar beralamat di Kelurahan Alak dan Fatukoa,” kata Ariasandy.

Baca juga: Ipda Rudy Soik Anggota Polda NTT yang Berjuang Ungkap Mafia BBM Dipecat, JarNas Anti TPPO Mengecam

Tempat dilakukan pemasangan garis polisi lanjutnya, tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana. Tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyidikan.

Hasil sidang tindakan Ipda RS telah melanggar Kode Etik Profesi Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1), dan pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan/atau pasal 5 ayat (1) b, c dan pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1, dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.

Bahwa dalam proses sidangnya tidak ada fakta yang meringankan, hanya ada fakta yang memberatkan yaitu:

Pada saat pelanggaran terjadi dilakukan secara sadar, kesengajaan dan menyadari perbuatan tersebut merupakan norma larangan yang ada pada Peraturan Kode Etik Polri, dan perbuatan terduga pelanggar tersebut dapat berimplikasi merugikan dan merusak citra kelembagaan Polri;

Terduga pelanggar dalam memberikan keterangan tidak kooperatif dan berbelit-belit dan tidak berlaku sopan di depan persidangan Komisi.

Selain itu, Ariasandy mengatakan terduga pelanggar pernah melakukan pelanggaran Disiplin sebanyak 3 (tiga) kali dan Kode Etik Profesi Polri 1 (satu) dengan putusan Disiplin dan Kode Etik Profesi Polri sebagai berikut :

Laporan Polisi Nomor: LP-A/50/VI/HUK.12.10./2024/Provos tanggal 27 Juni 2024 dengan keputusan hukuman Disiplin Nomor: KEP/02/VIII/2024 tanggal 29 Agustus 2024 dengan sanksi Teguran tertulis, Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun dan Pembebasan dari jabatan selama 1 (satu) tahun;


Laporan Polisi Nomor: LP-A/55/VII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7  Juli 2024 dengan keputusan hukuman Disiplin Nomor: KEP/03/IX/2024 tanggal 11 September 2024 dengan sanksi Teguran tertulis dan Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari;


Laporan Polisi Nomor: LP-A/66/VIII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7  Agustus 2024 keputusan hukuman Disiplin Nomor: KEP/04/IX/2024 tanggal 18 September 2024 dengan sanksi Teguran tertulis;

Laporan Polisi Nomor: LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27  Juni 2024 dengan Putusan sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024 dengan sanksi Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari dan mutasi bersifat demosi selama 3 (tiga) tahun.

Hasil putusan sidang Banding Komisi Kode Etik Polri pada tanggal 9 Oktober 2024 dengan menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama 5 (lima) tahun terhadap Putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.

“Berdasarkan pada keyakinan Komisi Kode Etik Polri yang didukung sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah, bahwa pelanggaran Kode Etik Profesi Polri benar-benar terjadi dan terduga pelanggar yang melakukan pelanggaran. Sesuai dengan fakta hukum sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan hukum diatas, maka Komisi berpendapat persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat 1 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 telah terpenuhi sehingga sah secara hukum bagi Komisi untuk memutuskan dan menjatuhkan sanksi,” tutupnya. 

 


Penulis: Rosalia Andrela

Artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul Ipda Rudy Soik Tanggapi Putusan Sanksi PTDH

dan

Kabid Humas Polda NTT Beberkan Hasil Sidang Kode Etik Ipda Rudy Soik

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini