News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ipda Rudy Soik, Ungkap Mafia BBM tapi Dipecat, IPW Sebut Berlebihan hingga Terlalu Berat

Penulis: Muhammad Renald Shiftanto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Ipda Rudy Soik.

TRIBUNNEWS.COM - Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) jatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Ipda Rudy Soik.

Sanksi tersebut adalah keputusan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) yang dilaksanakan pada Kamis (10/10/2024).

Sugeng Teguh Santoso selaku Ketua Indonesia Police Watch (IPW) pun menilai pemecatan Rudy Soik oleh Majelis Sidang Kode Etik Polri ini sebagai tindakan yang berlebihan.

"Kami menilai pemecatan Ipda Rudy Soik sangatlah berlebihan," ujarnya.

Tak hanya itu, IPW juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberi atensi khusus pada kasus ini.

Kapolri diminta IPW untuk menurunkan Propam Polri dan Itwasum Polri ke Polda NTT.

"Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus memberi atensi terkait pemecatan Ipda Rudy Soik dengan menurunkan Propam Polri dan Itwasum Polri ke Polda NTT," tambahnya.

Diketahui, Rudy Soik dipecat karena melanggar kode etik profesi Polri, yakni berupa ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan cara memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa, Kota Kupang, NTT.

Selain itu, Rudy juga sebelumnya sempat dituduh selingkuh saat menyelidiki lokasi penimbunan BBM ilegal milik Ahmad Anshar.

Kala itu, Rudy menjabat sebagai KBO Reskrim Polresta Kupang.

Padahal, penyelidikan tersebut diketahui Kapolres Kupang, kombes Aldian Manurung, dan Aldian membantah tudingan adanya perselingkuhan yang dilakukan Rudy.

Baca juga: Dipecat Terkait Kesalahan Pemasangan Police Line Kasus BBM, Begini Pengakuan Ipda Rudy Soik

Sugeng juga menuturkan bahwa sanksi yang diberikan kepada Rudy Soik terlalu berat dan tak adil.

Kepada Kompas.com, dari catatan IPW, beberapa kasus internal Polri yang lebih berat yang dilakukan oknum perwira justru hukumannya bukan pemecatan.

"Hal ini terjadi dalam kasus kasus pelanggaran etik sebagai rentetan pembunuhan Brigadir Yosua dimana IPW memiliki catatan beberapa perwira yang diberi sanksi ringan bahkan telah berdinas kembali bahkan naik pangkat," tambahnya.

IPW menduga, ada anggota Polri yang kepanasan dengan aksi Rudy, sebab Rudy pernah membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di NTT yang semestinya tindakan tersebut diapresiasi dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

"Untuk itu, Pimpinan Tertinggi Polri Jenderal Listyo Sigit perlu menurunkan Propam Polri dan Itwasum Polri membongkar penyalahgunaan BBM di wilayah Polda NTT melalui putusan PTDH terhadap Ipda Rudy Soik dan meninjau kembali putusan tersebut agar aspek keadilan dapat ditegakkan," tegas dia.

Sementara itu, Jaringan Nasional Anti TPPO (JanRas Anti TPPO) juga turut mengecam keputusan PTDH Rudy Soik.

Ketum JanRas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusuma menuturkan, Rudy Soik adalah sosok polisi yang selama ini berhasil menangani kasus TPPO di Kupang.

Namun, karena hal tersebut, Rudy kerap berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan untuk bisnis TPPO tersebut.

Sarah, sapaan akrabnya,  menyebut bahwa keputusan PTDH ini adalah sebuah kemunduran institusi penegak hukum.

"Ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum." ujarnya.

Ia menuturkan, Rudy Soik harusnya diapresiasi berkat sepak terjangnya mengungkap kasus-kasus yang merugikan banyak orang.

"Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang. Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur," ungkap Sarah.

Ia pun heran, pelanggaran berat apa yang membuat Rudy Soik harus menerima sanksi PTDH.

"Selain itu, pemberhentian dengan tidak hormat terjadi jika anggota Kepolisian melakukan tindakan pelanggaran hukum yang berat."

Baca juga: Pemecatan Ipda Rudy Soik Tuai Kontroversi, Kapolri Diminta Mengkaji Ulang Keputusan

"Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya menghimbau seharusnya Kepolisian, khususnya tim Etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian," ungkapnya.

Diwartakan sebelumnya, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy menuturuakan bahwa Sidang KKEP dilakukan pada Kamis (10/10/2024).

Mengutip Pos-Kupang.com, Ariasandy menjelaskan bahwa Rudy Soik melanggar pasal 13 ayat 1, Pasal 14 (1) hrf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 ttg pemberhentian Anggota Polri junto pasal 5 ayat (1) huruf b,c dan pasal 10 ayat (1) huruf (a) angka (1) dan hrf d Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.

"Sidang dilanjutkan pada hari Jumat tgl 11 Oktober 2024 pukul 08.00 Wita dengan agenda pembacaan tuntutan, pembelaan (pledoi). berdasarkan putusan sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/38/X/2024 tanggal 11 Oktober 2024, menjatuhkan sanksi administrasi berupa PTDH dari dinas Polri," ujar Ariasandy.

Sebagian artikel ini telah tayang di Pos-Kupang.com dengan judul BREAKING NEWS: Polda NTT Pecat Ipda Rudy Soik

(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto/Gilang Putranto)(Pos-Kupang.com, Rosalia Andrela)(Kompas.com, Kiki Safitri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini