Ariasandy menyebut, putusan ini berdasarkan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Sanksi demosi selama tiga tahun itu diputuskan karena sebelumnya Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017.
Atas putusan tersebut, Rudy Soik mengajukan banding sehingga dia tidak melaksanakan sanksi tersebut.
Dari proses sidang banding, diputuskan Komisi Banding dengan hasil putusan sidang Banding Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/06/X/2024/Kom Banding tanggal 9 Oktober 2024.
Isinya, menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun terhadap putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Adapun hal-hal yang memberatkan Rudy Soik adalah berbelit-belit dalam memberikan keterangan saat persidangan.
"Pada saat perbuatan terjadi dilakukan secara sadar dan menyadari merupakan norma larangan yang ada pada aturan Kode Etik Polri," urainya.
Selain itu, Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran disiplin Polri yang telah mempunyai Skep hukuman disiplin yaitu tahun 2015.
Adapun pelanggaran yang dilakukan Rudy Soik di antaranya, penyalahgunaan wewenang serta memfitnah atasan.
Kemudian, melakukan pungutan liar serta penganiayaan. Tiga pelanggaran ini terjadi pada 2015.
Lalu pada 2017, pelanggaran disiplin berupa menurunkan citra Polri.
Baca juga: Propam Polri Asistensi Kasus Ipda Rudy Soik yang Dipecat Karena Ungkap Mafia BBM
Pada Juni 2024, Rudy Soik dilaporkan atas kasus fitnah atau pencemaran nama baik.
Kasus selanjutnya yang dilakukan Rudy Soik yakni meninggalkan tempat tugas keluar wilayah hukum Polda NTT tanpa izin dari pimpinan atau atasan yang berwenang.
Kemudian, Rudy Soik kembali melakukan pelanggaran dengan tidak melaksanakan tugas atau mangkir dari dinas selama tiga hari secara berturut-turut.