Jiman mengaku ia dan puluhan nelayan masih berupaya bertahan hidup dengan mengkonsumsi makanan seadanya.
Terdengar suara Jiman seperti orang lemas, ia mengaku saat ini hanya bisa mengkonsumsi daun singkong karena stok makanan sudah habis.
"Saya makan daun ubi (singkong), yang lain juga sama, soalnya kan ubinya tadi sudah habis, air bersih ada sisa sedikit, kita pakai sedikit-sedikit," ujar Jiman via telepon kepada Tribun.
Jiman menjelaskan, ia bersama tiga orang rekannya memilih mengamankan diri di area ujung jembatan yang terbuat dari beton seperti lapang.
"Kita kelaparan di sini, saya bertahan kan di ujung jembatan ada kaya lapangan, saya diam di situ," ucap Jiman.
Sampai kemarin sore, Jiman mengatakan, belum ada tim SAR yang datang ke ujung jembatan karena kondisi gelombang yang masih tinggi.
"Kita butuh makanan, gelombang masih tinggi, jadi belum ada yang bisa ke tengah. Ingin segera dievakuasi ke darat, (di sini, red) kita berupaya seadanya agar bisa bertahan," ucap Jiman.
Makan Dua Suap
Nurjanah (45) warga Kampung Babakan Sirnasari, Desa Wangunjaya, Kecamatan Agrabinta, Cianjur, hanya bisa pasrah menunggu suami dan anaknya yang turut terjebak gelombang tinggi.
Ihin dan Ijal, suami dan anak Nurjanah masih berada di ujung jembatan yang terputus akibat dihantam gelombang tinggi.
Nurjanah mengatakan, suami dan anaknya pamit dari rumah untuk mancing di jembatan dermaga bekas tambang pasir besi tersebut, Selasa (15/10/2024) sore.
Sekira pukul 03.00 WIB, Rabu (16/10/2024) dini hari, Nurjanah mendapatkan kabar dari suaminya bahwa di lokasi terjadi gelombang pasang.
"Kemarin sore dia pamit mau mancing ke dermaga, udah kebiasaannya dia sering mancing, sekarang terjebak bersama rekan-rekannya di dermaga sana. Saya telepon semalam jam 3 itu katanya airnya udah naik, mau pulang katanya gak bisa, kejebak mah, katanya gitu," ujar Nurjanah, kemarin.
Nurjanah mengatakan, suami dan anaknya bersama puluhan nelayan lain saat ini kelaparan di ujung jembatan yang terputus tersebut.