"Yang dibutuhkan saat ini itu air, perlengkapan tidur, karena saat terjadi kebakaran itu, seluruh rumah warga ludes terbakar," jelasnya.
Florianus menuturkan, para pengungsi kembali ke Desa Bugalima setelah sarapan untuk memberi makan ternak.
Setelah itu, mereka kembali ke Desa Wureh pada sore hari.
Sementara itu, anak-anak di Desa Bugalima alami trauma pascakonflik.
Trauma tersebut dialami salah satunya oleh anak dari Natalia Leni (44) warga Desa Bugalima.
Ia menceritakan, saat kejadian, ia mendengar seperti ledakan bom di sekitar kampung.
Mendengar suara tersebut, ia langsung membangunkan kelima anaknya dan berlari melewati kebun menuju Desa Wureh sejauh satu kilometer.
Setibanya di Desa Wureh, Natalia bersama suaminya menyeberang ke Kota Larantuka untuk mengungsi di kos yang disewa untuk anak keduanya yang masih duduk di bangku SMA.
"Pas ledakan itu, kami lari lewat kebun ke Desa Wureh untuk mengungsi di Wure sementara, malam jam 7, kami mengungsi ke Larantuka di anak nomor dua punya kos," ujar Natalia, dikutip dari TribunFlores.com.
Natalia menceritakan, ia berlari tanpa membawa apa-apa, bahkan tanpa alas kaki.
"Waktu lari kami tidak bawa apa-apa, tidak pake sendal ke Desa Wureh," katanya.
Dari peristiwa tersebut, satu unit kios, rumah, kulkas, laptop, gading, dan motor ludes terbakar.
Ia mengaku, hingga saat ini, Anak ke-enamnya yang masih duduk di bangku TK A Santa Elisabeth Bugalima masih mengalami trauma.
"Tadi malam kami nginap di Wureh, dia menangis terus tidak mau tidur, sebelum dia tidur, dia tanya ke saya, mama mereka ikut lagi kita tidak, mereka bawa lagi bom kah tidak, saya jawab bilang tidak lagi nona," ujarnya.