TRIBUNNEWS.COM - Supriyani, guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjalani sidang perdana kasus penganiayaan siswa pada Kamis (24/10/2024).
Supriyani selaku terdakwa masuk ruang sidang didampingi kuasa hukum dan keluarga.
Wanita 38 tahun itu membantah memukul siswa yang juga anak anggota polisi.
”Saya tidak pernah melakukan pemukulan yang dituduhkan. Berharap bisa bebas dari tuntutan,” ucap Supriyani sebelum masuk ruang sidang.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe Selatan, Ujang Sutisna bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan di depan Supriyani.
Dakwaan tersebut berisi kronologi pemukulan yang terjadi pada Rabu (24/4/2024) silam.
Awalnya, korban mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas 1A.
Kemudian, Supriyani masuk ke ruang kelas 1A karena tidak ada pengajar dan suasana kelas ramai.
”Saat berlangsung proses belajar-mengajar, saksi Lilis Herlina Dewi meninggalkan ruang kelas untuk ke ruangan kepala sekolah."
"Terdakwa lalu masuk ke kelas IA dan mendekati korban yang sedang bermain-main dengan rekannya dan langsung memukul korban sebanyak satu kali dengan menggunakan gagang sapu ijuk,” paparnya.
Akibat pukulan tersebut korban mengalami luka memar di paha belakang.
Baca juga: Politikus Jansen Sitindaon Desak Jaksa Bebaskan Guru Supriyani
Orang tua korban menyerahkan hasil visum yang dikeluarkan Puskesmas Pallangga saat membuat laporan polisi.
"Warna kehitaman ukuran luka paha kanan belakang panjang 6 cm dengan lebar 0,5 cm. Luka paha kiri belakang 3,3 cm lebar 1,3 cm," sambungnya.
Supriyani yang mendengar dakwaan hanya bisa mengusap air mata.
Jika dakwaan terbukti, Supriyani terancam 5 tahun penjara.
"Diancam pidana Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 77 dan 76 Undang-Undang RI Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ucapnya.
Ujang Sutisna memberi kesempatan kuasa hukum Supriyani untuk memberi pembelaan.
Namun, kuasa hukum Supriyani meminta waktu untuk menyusun pembelaan sehingga sidang ditunda.
”Kami juga tetap harus memberikan kesempatan dan hak kepada terdakwa. Oleh karena itu, sidang ditunda hingga Senin (28/10/2024),” kata Ujang Sutisna.
Baca juga: Kades Bongkar Asal-usul Munculnya Uang Damai Rp50 Juta dalam Kasus Guru Supriyani di Sultra
Kondisi Ekonomi Supriyani
Diketahui, Supriyani sudah 16 tahun menjadi guru honorer.
Berdasarkan kesaksian rekan kerjanya, gaji Supriyani hanya Rp300 ribu per bulan.
Supriyani tinggal di sebuah rumah sederhana di Kabupaten Konawe Selatan.
Tetangga Supriyani, Suyatni (57), mengatakan wanita berusia 38 tahun itu mencari tambahan biaya dengan berkebun.
Selama ini, Supriyani jarang bersosialisasi karena sibuk bekerja.
“Dia hanya mengajar, setelah itu pulang langsung ke kebun,” tuturnya.
Suyatni mengaku tak pernah melihat Supriyani melakukan kekerasan ke anak.
Baca juga: Guru Supriyani Didakwa Melakukan Kekerasan Terhadap Muridnya, Korban Dipukul Gagang Sapu
“Tidak pernah, (memukul) itu anak-anaknya kalau main hujan dia hanya tegur,” sambungnya.
Kondisi ekonomi Supriyani pas-pasan karena suaminya hanya bekerja serabutan.
“Suaminya kadang di kebun, kadang kerja bengkel, kadang juga ikut kerja bangunan,” tuturnya.
Kini, rumah Supriyani kosong karena dievakuasi ke kantor pemerintah kecamatan.
Hal itu dilakukan untuk memberi perlindungan Supriyani dan keluarga dari intervensi.
Dengan gaji Rp300 ribu, Supriyani tak dapat membayar uang damai Rp50 juta agar kasus kekerasan diselesaikan secara mediasi.
Fakta Uang Damai Rp50 Juta
Dalam proses mediasi, Supriyani mengaku diminta membayar uang damai Rp50 juta agar laporan kasus ini dicabut.
Aipda WH membantah kesaksian Supriyani dan menegaskan tak ada permintaan uang damai Rp50 juta.
Baca juga: Aksi Solidaritas PGRI, Panjat Pagar di Sidang Perdana Guru Supriyani di PN Andoolo Konawe Selatan
“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu (Rp50 juta), tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” ucapnya.
Awalnya keluarga enggan melaporkan dugaan pemukulan yang terjadi pada Rabu (24/4/2024) silam.
“Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk untuk mendiskusikan ini beri istri saya waktu untuk berpikir.”
“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama,” lanjutnya.
Mediasi tak menemukan jalan keluar dan Supriyani tetap membantah melakukan pemukulan sehingga keluarga membuat laporan polisi.
Sementara itu, kuasa hukum Supriyani, Syamsuddin, menjelaskan uang damai Rp50 juta diminta saat proses mediasi yang dihadiri kepala desa.
“Tetapi saat itu pihak korban memintai uang Rp50 juta sebagai uang damai dalam kasus tersebut,” tuturnya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Kuasa Hukum dan Kepala Sekolah Merasa Janggal Kasus Guru Aniaya Murid yang Dituduhkan ke Supriyani
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunnewsSultra.com/Samsul)