Pertemuan antara pihak kampus dan BEM FISIP Unair bakal digelar pada Senin ini.
"Senin besok konfirmasi dengan media setelah pertemuan dengan BEM," ungkap Bagong.
Pembekuan Dinilai Berlebihan
Pembekuan BEM FISIP Unair menuai perhatian dari Pakar Politik Unair, Airlangga Pribadi Kusman.
Airlangga menilai respons dekanat terlalu reaktif dan berlebihan.
"Sebetulnya langkah dekanat terlalu reaktif dan berlebihan. Karena yang dilakukan BEM FISIP adalah suara kritis terhadap keadaan yang sedang terjadi dan diekspresikan dalam bentuk satire," ucap Airlangga, Minggu (27/10/2024).
Baca juga: Profil Prof Bagong Suyanto, Disorot usai Bekukan BEM FISIP Unair Buntut Karangan Bunga Presiden
Menurutnya, karangan bunga berisi pesan satire itu merupakan bentuk sikap kritis dan kepedulian kepada keadaan politik yang mengalami pelemahan demokrasi.
Seharusnya, kata dia, sikap kritis dianggap sebagai bagian dari proses edukasi mahasiswa.
"Itu juga bagian dari bagaimana memperhatikan sikap dosen mereka yang menyampaikan opini kritis. Seharusnya diapresiasi, kalau dari artikulasi atau gagasan salah. Namanya anak muda tidak perlu direpresi seperti itu," ucapnya.
Anggota DPR RI Turut Beri Kritik
Kritik senada juga disampaikan anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP, Bonnie Triyana.
Ia menyoroti sikap dekanat FISIP Unair yang membekukan BEM FISIP karena karangan bunga bersifat satire untuk Prabowo-Gibran.
"Saya mempertanyakan keputusan Dekan FISIP Unair yang membekukan BEM. Ekspresi kritik mahasiswa itu disampaikan secara tertulis, tidak merusak apa pun. Mengapa Dekan jadi reaksioner?," kata Bonnie, Minggu.
Bonnie menilai, Unair sebagai lembaga pendidikan seharusnya memberi ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan kritik.
Baca juga: BEM FISIP Unair Pasang Karangan Bunga untuk Presiden Prabowo: Apa Alasannya?
Ia lantas menyarankan pihak dekan mengundang BEM FISIP untuk berdiskusi dan mempertanggungjawabkan kritik yang disampaikan.
"Dekan FISIP Unair jangan reaksioner. Ini berlebihan, reaksioner sekaligus insecure," terangnya.