TRIBUNNEWS.COM - Kasus yang menjerat guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) semakin rumit.
Kasus yang berawal dari perkara dugaan penganiayaan terhadap anak polisi Kanit Intel Polsek Baito, Aipda Wibowo Hasyim kini justru berdampak luas.
Dari dugaan adanya uang yang diminta penegak hukum hingga adanya sanksi berupa pemecatan turut menyelimuti kasus yang jadi sorotan publik nasional ini.
Terkait dugaan permintaan uang ini muncul dari pihak kepolisian yaitu personel Polsek Baito.
Sementara, sanksi pemecatan diterima oleh Ketua Lembaga Hukum Himpunan Advokat Muda Indonesia sekaligus kuasa hukum Supriyani, Samsuddin.
Tak cuma itu, sosok Supriyani yang didakwa memukul anak polisi dengan gagang sapu tersebut turut terseret dalam isu pusaran dugaan uang damai Rp50 juta yang sempat beredar.
Dia direncanakan akan dipanggil oleh Propam Polda Sultra untuk diklarifikasi.
7 Personel Dipanggil Propam, Kapolsek-Kanit Reskrim Polsek Baito Terancam Di-Patsus
Dikutip dari Tribun Sultra, Propam Polda Sultra memeriksa tujuh oknum polisi terkait kasus Supriyani.
Baca juga: 7 Sosok Disorot dalam Kasus Guru Supriyani, Termasuk Polisi yang Terseret soal Uang Damai Rp50 Juta
Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian mengungkapkan pemeriksaan tersebut terkait kesesuaian prosedur penyidikan dalam kasus Supriyani.
Selain itu, Iis juga menuturkan pemeriksaan juga terkait klarifikasi uang Rp50 juta yang disebut muncul dalam mediasi kasus Supriyani.
Adapun tujuh polisi yang diperiksa adalah Kapolsek Baito, Kanit Reskrim Baito, Kanit Intel Polsek Baito (Pelapor), Kasat Reskrim Polres Konsel, Kasi Propam Polres Konsel, Kabag Sumda, dan Jefri mantan Kanit Reskrim Polsek Baito.
“Tim internal sudah melakukan klarifikasi dari beberapa orang untuk dimintai keterangan,” katanya kepada TribunnewsSultra.com, Selasa (5/11/2024).
Selain polisi, Propam juga memanggil Supriyani dan suami serta Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman.
Khusus untuk Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Baito, Iis mengatakan keduanya diperiksa lantaran adanya indikasi kuat telah meminta uang sejumlah Rp2 juta.
Terpisah, Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Moch Sholeh mengungkapkan Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Baito telah diperiksa.
"Untuk sementara kami mintai pendalaman keterangan untuk dua personel ini," jelasnya.
Kendati diperiksa terkait kode etik, Sholeh menuturkan Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Baito itu tetap bertugas seperti biasa.
Namun, sambungnya, jika keduanya terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi, maka akan dilakukan penempatan khusus (patsus) berupa penahanan, langkah yang diambil untuk anggota Polri yang melanggar kedisiplinan atau kode etik.
"Kalau memang terbukti ada pelanggaran kode etik, kami akan tingkatkan untuk patsus atau ditarik ke Polda Sultra," jelasnya.
Kuasa Hukum Supriyani Dipecat dari Ketua LBH HAMI Konawe Selatan
Permasalahan tidak hanya terjadi di sisi kepolisian saja, tetapi di pihak Supriyani juga ada masalah.
Adapun masalahnya adalah pemberhentian terhadap Ketua LBH HAMI Konawe Selatan, Samsuddin.
Pemecatan itu buntut terlibatnya Samsuddin terkait perdamaian antara Supriyani dan pihak korban yang dilakukan di Rumah Jabatan atau Rujab Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga pada Selasa kemarin.
Masih dikutip dari Tribun Sultra, pertemuan yang bertujuan untuk damai itu dihadiri oleh Samsuddin bersama Supriyani, orang tua korban yaitu Aipda Wibowo Hasyim dan istrinya NF, Bupati Konawe Selatan, dan Kapolres Konawe Selatan AKBP Febry Syam.
Ketua LBH HAMI Sultra, Andri Darmawan, menuturkan pertemuan dan perdamaian antara Supriyani dan orang tua korban yang turut diinisiasi oleh Samsuddin itu tidak ada koordinasi dengannya.
“Makanya terkait tadi pernyataan yang ditandatangani Samsuddin selaku kuasa hukum sekaligus Ketua LBH HAMI Konsel dilakukan tanpa koordinasi," ujarnya.
"Makanya saya memberikan ketegasan pemberhentian sebagai Ketua LBH HAMI Konsel,” kata Andri menambahkan.
Andri mengatakan dalam perkara kasus guru Supriyani, tim kuasa hukum fokus untuk melakukan pembuktian.
“Intinya bahwa kita tidak sedang berdamai dalam perkara ini, karena kita fokus dalam pembuktian perkara," jelasnya.
"Dan tindakannya telah menandatangani kesepakatan damai itu adalah tindakan yang sudah dilarang, dan itu pelanggaran kami melakukan pemberhentian terhadap Ketua LBH HAMI Konawe Selatan," ujarnya menambahkan.
Pasca Samsuddin dipecat, La Hamildi ditunjuk menjadi Ketua Sementara LBH HAMI Konawe Selatan.
Dokter Forensik Kasus Vina Sebut Luka Korban akibat Benda Tumpul meski Melepuh
Kasus Supriyani ini semakin rumit ketika adanya analisa dari ahli kedokteran forensik yang sempat menjadi saksi ahli di kasus pembunuhan Vina dan Eky, Budi Suhendar.
Dia menganalisa terkait luka korban yang sempat melepuh dan disebut bahwa itu bukan akibat dipukul.
Namun, Budi menyebut luka itu diakibatkan kekerasan benda tumpul.
Kepada Tribunnews.com, Budi mengungkapkan analisanya tersebut berasal dari foto luka korban yang dikirimkan oleh kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan pada Selasa (29/10/2024) lalu.
Menurutnya, luka korban yang berada di paha bagian belakang itu berbentuk memanjang horizontal dan sejajar.
Budi mengatakan ciri dan pola luka semacam itu umumnya akibat kekerasan menggunakan benda tumpul.
"Yang bisa saya sampaikan terkait luka adalah bahwa luka pada korban anak dari penampakan foto, saya dapat memberikan pendapat bahwa terdapat luka memar berbentuk memanjang secara horizontal dan sejajar yang disertai luka lecet pada kedua tungkai atas (paha) sisi belakang akibat kekerasan tumpul."
"Yang kekerasannya berlangsung dalam waktu yang sama atau bersamaan pada kedua tungkai atas. Benda yang dapat menyebabkan luka dengan ciri dan pola luka seperti itu pada umumnya berupa benda tumpul yang berbentuk panjang dan tidak terlalu lebar," katanya pada Selasa (5/11/2024).
Budi juga menjelaskan terkait luka korban yang tampak melepuh dan sempat dinilai bukan disebabkan oleh pukulan dari Supriyani kemungkinan akibat kulit ari yang mengelupas.
"Yang saat ini disebut melepuh adalah kemungkinan kulit ari yang terkelupas. Kulit ari dapat terkelupas oleh berbagai sebab."
"Istilah melepuh spesifik untuk kulit ari yang mengelupas karena panas," katanya.
Kendati demikian, Budi enggan untuk menyimpulkan bahwa luka yang diderita korban memang akibat dipukul oleh Supriyani menggunakan gagang sapu seperti yang selama ini dituduhkan.
Baca juga: Kebohongan Supriyani atau Kades Rokiman Diusut Propam Polda Sultra, Kasus Makin Rumit
Dia mengatakan masih perlu alat bukti lain untuk memastikan penyebab luka yang diderita korban tersebut.
"Seorang dokter dalam pemeriksaannya akan fokus pada luka yang diperiksa dan kemungkinan benda yang dapat menimbulkan luka serta bila ada bukti biologis atau bukti lain yang mungkin terkait TKP, korban, dan pelaku."
"Tapi (dokter forensik) tidak bisa menyampaikan hanya berdasarkan luka bahwa si A adalah pelaku atau bukan," tuturnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan untuk membuktikan tuduhan bahwa Supriyani adalah pelaku pemukulan terhadap korban, maka perlu adanya alat bukti lain seperti saksi dan pengambilan sidik jari di gagang sapu.
Selain itu, sambungnya, perlu adanya saksi ahli untuk menganalis bukti yang ada.
"Tentunya yang utama adalah saksi peristiwa, bila memungkinan sidik jari pada terduga alat yang digunakan."
"Saksi ahli untuk menganalisis kemungkinan dapat tidaknya peristiwa itu terjadi pada korban dan dilakukan di kelas oleh seseorang," pungkasnya.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Sultra dengan judul "7 Polisi Diperiksa Propam Kasus Supriyani, Kapolsek-Kanitreskrim Polsek Baito Terindikasi Minta Uang"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Sultra/Desi Triana Aswan/Samsul)
Artikel lain terkait Guru Supriyani Dipidanakan