News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Supriyani Dipidanakan

Sidang Kasus Guru Supriyani, Dokter Forensik Ungkap Penyebab Luka Anak Aipda WH: Bukan Luka Memar

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan menunjukkan bukti luka di kaki anak Aipda WH terkait kasus dugaan penganiayaan di Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

TRIBUNNEWS.COM, KONAWE SELATAN - Sidang keenam kasus dugaan penganiayaan siswa SD dengan terdakwa guru Supriyani digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (7/11/2024).

Dalam sidang kali ini, tim kuasa hukum guru Supriyani menghadirkan dr Raja Al Fath, dokter forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Kendari sebagai saksi ahli.

Kehadiran saksi ahli tersebut untuk diminta pendapatnya soal luka yang dialami siswa berinisial D.

Diketahui siswa berinisial D yang tak lain merupakan anak dari seorang polisi Aipda WH mengalami luka di bagian paha.

Melihat foto-foto hasil visum terhadap luka tersebut serta alat bukti sapu yang ditunjukkan kuasa hukum guru Supriyani, dr Raja Al Fath mengatakan bila luka tersebut bukan luka memar.

Menurut dia, luka yang dialami D seperti luka lecet akibat tersentuh bagian yang cukup kasar.

“Kalau kita melihat ini bukan luka memar tapi luka melepuh, kayak luka bakar, dan kedua kayak luka lecet, jadi ini seperti luka yang tersentuh bagian yang cukup kasar,” kata dr Raja Al Fath dalam sidang.

Baca juga: Buntut Cabut Surat Damai, Supriyani Disomasi Bupati Konawe Selatan, Harus Klarifikasi dan Minta Maaf

Dokter Raja Al Fath mengatakan luka yang dialami D pun bukan diakibatkan alat bukti sapu.

Ia juga menjelaskan sebagai ahli forensik melihat dan cara pengobatan luka ketika menangani pasien.

Diketahui, sebelumnya barang bukti sapu ijuk ditunjukkan sebagai bukti dalam persidangan.

Sapu ijuk sepanjang sekitar 1,5 meter tersebut berwarna hijau muda.

Terdapat label berwarna merah di sisi atas maupun bawah gagang sapu tersebut.

Pengacara Guru Supriyani Kompetensi Dokter yang Lakukan Visum

Sebelumnya penampakan bukti luka korban yang diduga diperlihatkan kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan usai sidang ketiga pada Selasa (29/10/2024).

Luka korban terlihat sejajar di bagian paha belakang.

Andri meragukan bila luka sejajar tersebut disebabkan dipukul menggunakan sapu.

Alasannya, berdasarkan keterangan saksi anak, mereka tidak pernah mendengar korban menjerit atau kesakitan ketika peristiwa terjadi.

Baca juga: Guru Supriyani Hadirkan Dokter Forensik Sebagai Saksi Ahli, Sebut Luka Korban Bukan Karena Sapu

“Padahal jika melihat dari penampakan lukanya, korban akan mengalami jeritan atau paling tidak akan berteriak. Bunyi sapu juga tidak terdengar sama sekali,” kata Andri.

Andri menyampaikan berdasarkan keterangan saksi anak, Supriyani memukul dari atas dengan gagang sapu.

Jika dari atas, maka gagang sapunya akan miring, dan saat terkena bagian tubuh, maka bekas lukanya akan terlihat miring, bukan sejajar.

Sehingga, bukti luka yang ada, tidak sesuai dengan penjelasan para saksi anak.

Baca juga: Wali Kelas Diperiksa Propam, Tegaskan Supriyani Tak Bersalah, Anak Aipda WH Mengaku Jatuh di Sawah

Kemudian, terungkap fakta bahwa korban dipukul dalam posisi berdiri, yang di depannya ada meja, dan di belakangnya ada kursi.

Kursi tersebut setinggi bahu korban jika sedang duduk, sehingga jika korban berdiri, maka kursi itu akan menutupi paha korban.

“Kalau kita lihat bekas luka, itu lukanya sejajar di paha, makanya itu yang aneh kalau kita lihat. Bagaimana caranya dia dipukul sejajar di paha, padahal di belakang ada penghalang sandaran kursi,” jelas Andri.

Andri pun mempertanyakan apakah hasil visum itu benar-benar dikeluarkan dokter.

Hal itu karena berdasarkan fakta persidangan sebelumnya, surat pengantar visum untuk penyidik ternyata dibawa sendiri oleh orang tua korban, yakni Aipda WH dan NF.

"Waktu visum tidak ada penyidik yang mengantar malahan dibawa sendiri orang tua korban," katanya.

Dia meyakini pada proses ini penyidik Polsek Baito melakukan kesalahan prosedur dalam penyidikan kasus Supriyani.

Dia mengatakan ranah surat pengantar visum masih menjadi wilayah penyidik, bukan orang tua korban.

"Walapun dia (Aipda WH) masih anggota polisi tapi kan itu bukan tupoksi dia, karena itu kewenangan penyidik," kata kuasa hukum Supriyani.

Menurut Andri, lantaran surat pengantar visum dibawa sendiri orang tua korban, dia menduga surat visum itu sudah dikompromikan dengan pihak dokter.

"Siapa yang bisa menjamin kalau surat visum itu hasil kompromi orang tua korban dengan dokter. Makanya kami meminta dihadirkan dokter yang buat surat visum, tapi nyatanya tidak dihadirkan di persidangan kemarin," katanya.

Andri turut meragukan kompetensi dokter yang membuat surat visum korban.

"Kami juga menilai dokter ini tidak kompeten menilai luka karena dokter umum bukan dokter forensik."

"Karena untuk menyimpulkan luka ini ditimbulkan karena apa harusnya dokter forensik," ujarnya.

Karena itu, kuasa hukum Supriyani menghadirkan dokter forensik yang akan menyimpulkan luka korban.

"Karena kami menduga luka ini disebabkan penyebab lain," katanya.

Penjelasan Kubu Aipda WH

Dalam wawancara khusus dengan TribunnewsSultra.com, kuasa hukum keluarga Aipda WH, La Ode Muhram Naadu mengatakan bila foto luka korban yang tersebar diambil dua hari setelah peristiwa terjadi.

"Jadi pada hari Rabu (24 April 2024) itu masih merah kehitam-hitaman, karena memang lokasi lukanya ini adalah lokasi duduk, dan ketika memakai celana panjang akan lembab dan digaruk," kata La Ode Muhram, Sabtu (2/11/2024).

Sedangkan luka tersebut baru divisum pada Jumat (26/4/2024), sehingga lukanya sudah berubah.

Kemudian itu dikuatkan hasil visum yang menyatakan luka tersebut disebabkan benda tumpul.

Lalu, ada juga hasil laporan dari pekerja sosial yang dari perspektif mereka ini memang terjadi penganiayaan.

"Artinya bukti-bukti ini saling mendukung, dan terakhir dari Unit PPA juga atau perspektif psikolog bahwa anak ini memang mengalami penganiayaan," katanya.

Jadi dampaknya ada penekanan secara psikologis akibat penganiayaan tersebut.

"Buktinya bukan hanya satu, tetapi lebih dari dua," ujar dia.

Sekadar informasi kasus guru Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara menjadi sorotan publik.

Ia dituding menganiaya murid kelas 1 SD anak polisi.

Akibat tudingan tersebut Supriyani pun sempat ditahan hingga akhirnya dibebaskan.

Namun, kini kasusnya masih bergulir di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

(Tribunnewssultra.com/ Dewi Lestari/ Samsul/ Laode Ari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini