TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Insiden aksi carok terhadap salah satu saksi pasangan calon bupati di Pilkada Sampang 2024 bikin geger. Saksi tersebut akhirnya tewas usai dibacok oleh beberapa orang, Minggu(17/11/2024).
Baca juga: Polda Jatim Turun Tangan, Ringkus 1 dari 5 Pelaku Carok Saksi Paslon Pilkada di Sampang
Aksi carok ini terbilang sadis dan terjadi di Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Para pelaku menggunakan celurit untuk mengeksekusi korbannya. Korban aksi carok tersebut bernama Jimmy Sugito Putra.
Sehari-harinya Jimmy dikenal sebagai saksi dari pasangan calon (Paslon) kepala daerah di Pilkada Sampang 2024 nomor urut 2 Slamet Junaidi-Ahmad Mahfudz, disingkat Jimad Sakteh. Yang memprihatinkan, Jimmy tewas dibacok saat pasangan nomor urut 2 Slamet Junaidi-Ahmad Mahfudz sedang melakukan kunjungan ke salah satu kediaman tokoh agama di desa setempat.
Ketua Tim Pemenangan Pasangan Jimat Sakteh, Surya Noviantoro menceritakan sebelum terjadi aksi carok terjadi penghadangan dari beberapa orang yang tidak bertanggung jawab kepada Paslon Jimat Sakteh.
Baca juga: Pilkada Sampang Berdarah, Saksi Paslon 02 Dibacok Segerombolan Orang, sempat Dirawat sebelum Tewas
"Setelah ada negosiasi, akhirnya pasangan calon kami bisa diamankan dan keluar dari lokasi," ujarnya, Senin(18/11/2024).
Kemudian, berselang beberapa menit kemudian para pelaku yang terdiri dari 5 orang mendatangi Jimmy Sugito Putra. Mereka langsung membacok Jimmy dengan cara keroyokan menggunakan senjata tajam jenis celurit, sedangkan korban Jimmy dalam kondisi tidak siap mempertahankan diri karena tidak membawa senjata jenis apapun.
"Kericuhan itu akhirnya menimbulkan korban jiwa, korban merupakan pendukung Paslon Jimat Sakteh," ujar Surya Noviantoro.
Korban Jimmy pun langsung bersimbah darah tanpa mampu memberi perlawanan berarti. Dia tewas bersimbah darah dengan luka bacok di sejumlah bagian tubuhnya.
Baca juga: VIRAL Video dan Foto Tangan Remaja Putus di Kabupaten Karawang, Begini Penjelasan Polisi
Kasus di Sampang, Madura, Jawa Timur bukan terjadi kali ini saja. Berikut catatan peristiwa besar di Sampang:
1. Tahun 1997: Agenda pemilu ulang saat itu dilakukan di Sampang, Madura, Jawa Timur. Sampang menjadi Kabupaten di Indonesia yang kala itu menggelar pemilu ulang. Pemilu ulang dilakukan karena dilatarbelakangi praktik-praktik rekayasa dan manipulasi suara oleh partai penguasa saat itu yakni partai Golkar.
Kecurangan secara masif dan sistematis dilakukan oleh panitia pelaksana pemilu di beberapa TPS dan PPS/kecamatan di seluruh wilayah Kabupaten Sampang. Ditemukan kecurangan-kecurangan berupa banyaknya warga yang tidak didaftarkan sebagai pemilih, tidak diberikannya form CA/CA-1 ke saksi-saksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hal itu berimbas kepada kemarahan sebagian besar kiai dan masyarakat Sampang.
Puncaknya terjadi pada 29 Mei 1997 terjadilah kerusuhan massal di kota maupun desa dengan membakar kotak suara. dan tempat-tempat lainnya untuk menuntut pemilu ulang di Sampang. Banyak korban luka dan meninggal dalam kerusuhan saat ini yang sampai saat ini belum jelas penanganannya. Setelah kerusuhan tersebut, barulah pemerintah menyetujui digelar pemilu ulang pada tanggal 4 Juni 1997 walaupun dalam pelaksanaannya kemudian masih sarat tipu daya.
2. Tahun 2004: Usai pemilu tahun 2004 Mahkamah Konstitusi(MK) memerintahkan penghitungan ulang di enam kecamatan di Sampang. Keenam kecamatan itu ialah Robatal, Sampang (khusus di Gunung Maddah), Kedungdung, Banyuates, Sokobanah, dan Ketapang. Peristiwa pemilu ulang ini didasarkan pada Laporan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terhadap adanya penggelembungan suara di Kabupaten Sampang.
Menurut saksi PKB, hasil penghitungan suara untuk DPRD II Sampang seharusnya berjumlah 181.095 suara, namun hasil penghitungan suara yang tercatat di KPUD Sampang berjumlah 178.884 suara. Menanggapi laporan ini kemudian MK memberikan perintah pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sampang berdasarkan Surat Ketetapan Nomor 031/PHPU.C1-II/2004 untuk melakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat penghitungan suara.Kala itu, MK memerintahkan KPU membawa kotak suara dari Madura ke Jakarta untuk dihitung ulang. Begitu sampai di Jakarta, ternyata kotak suara tidak utuh dan ternyata separuh kotaknya kosong.