TRIBUNNEWS.COM - Pada Jumat (22/11/2024), terjadi insiden penembakan antara dua anggota kepolisian di Polres Solok Selatan.
Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshari, ditembak mati oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar.
Peristiwa ini memicu perhatian publik dan analisis dari berbagai pihak, termasuk pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.
Reza Indragiri menyatakan bahwa penembakan yang dilakukan oleh AKP Dadang terhadap AKP Ryanto terjadi tanpa pertimbangan yang memadai.
Menurutnya, tindakan tersebut merupakan hasil dari "system thinking" tingkat pertama, di mana reaksi emosional mengarah pada perilaku kekerasan.
"Boleh jadi didahului oleh ledakan perasaan negatif. Perasaan itu menjadi perilaku kekerasan yang muncul seketika sebagai reaksi atas interaksi yang memanas di TKP," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Sabtu (23/11/2024).
Isu Beking Tambang Ilegal
Reza juga mengangkat isu bahwa penembakan ini mungkin terkait dengan dugaan bahwa AKP Dadang membekingi tambang ilegal galian C di Solok Selatan.
Insiden penembakan terjadi bersamaan dengan penangkapan pelaku tambang ilegal pada malam yang sama.
"Beredarnya isu ini tidak hanya berdampak kepada AKP Dadang tetapi juga institusi Polda Sumbar secara keseluruhan," jelasnya.
Baca juga: Terungkap Motif Penembakan AKP Ryanto Ulil Anshar, Diduga Terkait Tambang Ilegal di Solok Selatan
Ia menambahkan bahwa kesan yang muncul adalah adanya aliran manfaat dari aktivitas beking tersebut ke polisi-polisi lain, yang menunjukkan bahwa fungsi pengawasan tidak dijalankan dengan baik.
"Ada kode tirai yaitu subkultur menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan oleh sesama sejawat," tegas Reza.
Teori Bad Apple dan Rotten Barrel
Reza menekankan bahwa jika terbukti AKP Dadang terlibat dalam beking tambang ilegal, maka label "oknum" tidaklah tepat.
Hal ini, menurutnya, merupakan penerapan Bad Apple Theory.
"Jangan-jangan yang tepat adalah Rotten Barrel Theory. Bahwa, penembakan merupakan puncak dari kejahatan sistemik yang justru telah menyebar luas di dalam organisasi penegakan hukum itu sendiri," jelasnya.
Ia menyarankan bahwa pendekatan yang lebih tepat adalah Rotten Barrel Theory, di mana penembakan tersebut merupakan puncak dari kejahatan sistemik yang telah menyebar dalam organisasi penegakan hukum.
"Kelak Polri akan mengumumkan bahwa yang terjadi antara AKP DI dan AKP RUA adalah cuma konflik pribadi yang tidak ada hubungannya dengan tambang ilegal."
"Sebatas cekcok atau perselisihan koordinatif antar dua personel yang sama-sama punya ego di jabatannya masing-masing, tanpa pertentangan terkait pengungkapan pidana tambang. Penembakan bukan bentuk obstruction of justice terhadap kerja AKP RUA," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).