TRIBUNNEWS.COM - Keluarga GRO (17), siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, yang meninggal dunia karena ditembak menilai banyak kejanggalan yang dilakukan polisi dalam mengusut kasus ini.
Dilansir TribunSolo.com, salah satu yang dinilai tidak beres oleh Budhe GRO, Diah Pitasari, adalah terlambatnya informasi dari polisi soal kematian keponakannya.
Diah mengatakan, berdasarkan pemberitaan, korban meninggal dunia pada Minggu 24, November 2024 pukul 02.00 WIB.
Namun, keluarga baru dikabari bahwa GRO tewas pada siang harinya, pukul 12.27 WIB.
"Kita belum tahu, kita yang tidak terima, Gamma disebut gangster itu lho, janggalnya sampai kita menerima berita kok lama sekali, kalau di berita Gamma meninggal jam 02.00 WIB, kita menerima berita 12.27 WIB siang," katanya, Jumat (29/11/2024).
"Itu pun pas di kamar jenazah, Gamma sudah dikain kafani, hanya dibuka wajahnya, kita diminta memastikan itu Gamma, tidak lihat tubuh," sambungnya.
Bukan hanya itu, menurut Diah, pada Minggu sekitar waktu subuh, ada anggota polisi yang mencari informasi mengenai GRO ke tetangga sekitar.
"Kata tetangga sekitar subuh itu ada anggota yang mencari keberadaan Gamma, tapi tidak ditemukan, karena pada saat kejadian, tidak ada data, hanya diketahui berdasar sidik jari, yang mengarah ke alamat Utinya."
"Yang pertama ditanya, tetangga itu tidak tahu siapa Gamma, jam 08.00-09.00, ada anggota yang menyisir, kebetulan tahu, kan sudah tahu posisi korban di mana, mengapa kita tahu 12.27 WIB, itu pun yang memberi kabar bukan anggota," terangnya.
Diah mengaku sangat mengenal sosok GRO karena dirinya tinggal berdekatan dengan rumah nenek korban.
Selain itu, Diah yang merawat GRO setelah ibu korban meninggal dunia.
Baca juga: Kapolrestabes Semarang Dipanggil DPR RI Pekan Depan, Kasus Penembakan Siswa SMK Disorot
Pamit Latihan Silat
Diah Pitasari juga menceritakan keberadaan GRO sebelum meninggal dunia.
Menurutnya, GRO sempat pamit kepada neneknya hendak latihan pencak silat.
"Saat itu izin ke Uti-nya, saya di luar kota, keluar rumah Utinya itu 19.30 WIB, setelah salat isya kalau malam minggu pamitnya mau pencak silat," ungkapnya.
Kemudian, sambung Diah, sekitar pukul 23.30 WIB, GRO ditelepon oleh ayahnya.
Saat ditelepon, GRO mengatakan kepada sang ayah bahwa latihan pencak silatnya sudah selesai.
Akan tetapi, dirinya tak langsung pulang karena makan malam terlebih dahulu bersama teman-temannya.
GRO mengatakan kepada ayahnya sedang menunggu makanan yang dipesan.
"Setelah itu lost contact, ditelepon berdering, tapi tidak diangkat, kita sampai siang masih mencari, ayahnya WA-nan sama saya," jelasnya.
Menurutnya, karena tidak bisa dihubungi, keluarga langsung mencari keberadaan GRO.
"Satu jam sebelum polisi menghubungi, kita masih mencari, terus polisi menghubungi kita pukul 12.27 WIB, disuruh datang ke kamar jenazah RS Kariadi," ujarnya.
DPR Panggil Kapolrestabes Semarang
Buntut peristiwa ini, Komisi III DPR RI berencana memanggil Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat kemarin.
"Kami akan memanggil khusus si Kapolres ini pada kesempatan yang secepat-cepatnya," ucap Habiburokhman.
Ia mengatakan, peristiwa penembakan ini harus menjadi atensi Komisi III DPR.
Pasalnya, kejadian tersebut bisa merusak citra Polri secara keseluruhan.
Selain itu, masyarakat juga meminta agar Komisi III DPR memberi perhatian khusus terhadap peristiwa penembakan tersebut.
"Kenapa perlu kami angkat, karena ini bisa mempengaruhi citra Polri secara keseluruhan, seolah-olah Polri tidak bisa menjaga situasi kondusif padahal kejadiannya itu di Semarang," ucapnya.
Lebih lanjut, Habiburokhman menyoroti kinerja Kapolrestabes Semarang yang perlu dievaluasi.
Pasalnya setelah peristiwa penembakan itu, Kombes Irwan Anwar tak bisa dihubungi.
"Banyak sekali masyarakat yang mengatakan Kapolresnya harus mendapatkan evaluasi khusus."
"Kami sependapat juga karena Kapolresnya ini setelah kejadian saya telepon saja enggak angkat telepon," ujarnya.
Adapun pemanggilan tersebut rencananya akan dilakukan pada Selasa (3/12/2024) pekan depan.
Desakan Kompolnas
Kasus penembakan ini dilakukan oleh Satresnarkoba Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenudin (38).
Aipda Robig memuntahkan dua tembakan, satu ke arah GRO dan mengenai bagian pinggul.
Sementara satu tembakan lain diarahkan kepada dua teman korban, beruntungnya mereka masih selamat.
Kedua teman GRO yang berinisial AD (17) dan SA (16) itu mengalami luka tembak di tangan dan dada.
Adapun peristiwa ini terjadi di depan Alfamart, Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024).
Imbas peristiwa tersebut, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI meminta Polda Jateng merombak sistem penggunaan senjata api para anggotanya.
"Untuk mencegah kasus tersebut berulang perlu pengendalian penggunaan senjata api bagi anggota polisi," kata anggota Kompolnas, M. Choirul Anam, dilansir TribunJateng.com, Kamis (28/11/2024).
Ia mengatakan, pengendalian penggunaan senjata api yang baik bisa dilakukan dengan tes psikologi secara ketat.
Lalu administrasi pengendalian senjata api juga perlu diatur, mulai dari waktu penggunaan dan sebagainya.
"Kalau hal ini bisa dilakukan saya rasa angka atau pelanggaran SOP yang dilakukan internal kepolisian akan berkurang," tuturnya.
Choirul mengungkapkan, tindakan penembakan tersebut jauh dari kebijakan polisi presisi di antaranya dengan pendekatan humanis.
"Pendekatan menyelesaikan masalah itu harus menjauhi kekerasan apalagi berkaitan dengan para remaja," ujarnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul: Keluarga Nilai Pengusutan Kasus Penembakan Terhadap GRO Banyak Kejanggalan, Sampai Disebut Gangster.
(Tribunnews.com/Deni/Chaerul)(TribunSolo.com/Septiana Ayu Lestari)(TribunJateng.com/Iwan Arifianto)