TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung kini berstatus tahanan kota.
Ia dikenakan Pasal 6C Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Agus Buntung diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap 13 perempuan dalam rentang waktu yang berbeda.
Pria penyandang disabilitas ini jadi sorotan.
Terutama karena muncul banyak pertanyaan bagaimana cara Agus Buntung melakukan aksinya di tengah keterbatasan fisik tak punya lengan.
"Dengan tahanan yang sudah 17 hari ini memohon biar cepat tuntas kasus ini. Saya terus terang biar damai aja, saya tidak menuntut yang mencemarkan nama baik dulu, biar Tuhan yang balas," ujar Agus Buntung dikutip dari Tribun Lombok, Kamis (5/12/2024).
Kasus ini mencuat setelah Agus Buntung membawa seorang mahasiswi ke homestay dan diduga melakukan pelecehan seksual.
Duduk Perkara Versi Agus Buntung soal Homestay
Agus Buntung menceritakan kronologi kejadian yang membuatnya jadi tersangka itu.
Agus Buntung mengaku awalnya meminta bantuan kepada seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus.
Namun ternyata dia berhenti di salah satu homestay di Kota Mataram.
"Jadi pada intinya itu saya benar-benar kaget dan syok. Tiba-tiba dijadiin tersangka," beber Agus saat ditemui di kediamannya.
Agus mengaku hanya mengikuti saja keinginan dari si perempuan.
"Saya ceritain setelah saya sampai homestay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu. Terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya," bebernya.
Warga Kecamatan Selaparang, Kota Mataram NTB ini pun mulai curiga ketika perempuan itu mulai menghubungi temannya.
"Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelepon seseorang. Di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh," terangnya.
"Saya dituduh melakukan kekerasan seksual. Coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya," sambungnya.
Dia takut melakukan perlawanan karena posisinya dalam keadaan tidak berbusana.
"Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak," tandasnya.
Hasil Visum Polisi dan Pengakuan Pemilik Homestay
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan hasil visum terhadap korban mengungkap adanya luka lecet pada kelamin korban akibat hubungan badan.
"Pelaku melakukan tindakan menyetubuhi," ucapnya dikonfirmasi Minggu (1/12/2024).
Agus dijerat dengan Pasal 6C UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp300 juta.
Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan mahasiswi yang mengaku menjadi korban rudapaksa tak mengenal Agus.
Mereka tak sengaja bertemu di Teras Udayana, Mataram pada 7 Oktober 2024 lalu.
Awalnya, Agus mengajak korban mengobrol dan tak sengaja melihat aksi mesum di taman.
Korban kemudian menangis dan membongkar aibnya pernah berbuat asusila dengan lawan jenis.
"Pelaku menyampaikan kepada korban, kamu (korban) berdosa, kamu harus disucikan, kamu harus mandi kalau tidak aibmu akan saya bongkar dan sampaikan kepada orang tuamu," tuturnya, Senin (2/12/2024).
Dalam keadaan terancam, korban mengiyakan ajakan Agus pergi ke sebuah homestay di Mataram.
"Sampai kamar korban tetap menolak, lagi lagi pelaku mengancam akan membuka aib korban," lanjutnya.
Meski tak memiliki kedua tangan, Agus merudapaksa korban yang merasa tertekan.
Berdasarkan catatan koalisi anti kekerasan seksual NTB, korban rudapaksa lebih dari satu orang.
Sebanyak lima saksi telah diperiksa, termasuk dua saksi ahli.
Mereka menyatakan adanya kasus rudapaksa yang dilakukan Agus terhadap dua mahasiswi.
Selain itu, hasil visum korban menunjukkan adanya luka lecet akibat hubungan badan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi, Agus dinyatakan terpengaruh minuman keras dan melakukan rudapaksa untuk balas dendam atas bullying yang diterimanya.
"Kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi," imbuhnya.
Meski penyandang tunadaksa, Agus dapat melakukan rudapaksa lantaran kondisi korban lemah.
"Tersangka memanfaatkan kerentanan yang berulang, sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual," tandasnya.
Pengakuan Pemilik Homestay
Karyawan dan pemilik homestay mengatakan selama ini Agus sudah membawa empat wanita yang berbeda.
Pemilik homestay mengaku melihat Agus membawa lima wanita berbeda.
"Kita sudah memeriksa karyawan homestay dan pemilik itu sendiri. Dari keterangan karyawan dan pemilik, memang pelaku, selain membawa korban (pelapor), sudah pernah membawa perempuan (lain)" ungkap Kombes Syarif Hidayat, dalam wawancara bersama TVOne, Rabu (4/12/2024), dikutip Tribunnews.com.
"Karyawan ini memberikan statement ada empat perempuan yang berbeda dengan pelaku datang ke homestay. Kalau pemilik homestay, itu ada lima perempuan berbeda yang dibawa pelaku," jelas Syarif.
Terkait mengapa Agus membawa korban ke tempat yang sama, Syarif menduga lantaran pelaku merasa nyaman.
"Mengapa ke tempat yang sama? Kemungkinan pelaku merasa nyaman melakukan aksinya di tempat tersebut," kata dia.