TRIBUNNEWS.COM - Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai tersangka pelecehan, I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung (21), adalah sosok yang super berbahaya.
Pasalnya, pemuda disabilitas asal Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan wanita.
Untuk itu, Reza mendorong pihak berwenang melakukan pengawasan terhadap Agus Buntung.
Apalagi saat ini status Agus Buntung adalah tahanan rumah.
"Kita patut punya keinsafan (kesadaran) bahwa orang ini adalah orang yang super berbahaya."
"Tetap dengan menaruh rasa hormat dan simpati atas keterbatasan fisik yang dia miliki, tetapi dengan pemahaman bahwa orang ini adalah residivis kejahatan serius yang sangat berbahaya, maka sepatutnya otoritas penegakan hukum melakukan penyikapan yang sangat serius terhadap yang bersangkutan sejak sekarang," kata Reza, Jumat (5/11/2024).
Residivis yang dimaksud Reza bukan karena orang tersebut sudah pernah masuk penjara, melainkan pernah berbuat kejahatan secara berulang-ulang meski belum pernah dipenjara.
"Residivis yang saya maksud perilaku jahat berulang yang argonya dihitung berdasarkan jumlah korban," urai Reza.
Reza melanjutkan, kasus ini sudah masuk dalam kejahatan serius karena hukumannya telah diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Menurutnya, esensi kekerasan seksual, dalam hal ini soal pelecehan, bukan terletak pada aktivitas fisiknya.
Dikatakan pelecehan, lanjut Reza, bisa saja karena muncul siasat psikologis yang dilancarkan oleh pelaku terhadap korbannya.
Baca juga: Agus Buntung Disebut Gunakan Jari Kaki Hingga Gigi Saat Beraksi Lecehkan Korban di Homestay Mataram
Siasat psikologis itu, lanjut Reza, bisa berupa kekerasan, ancaman, ketakutan-ketakutan yang disampaikan pelaku kepada calon korbannya.
"Atau modus yang kedua adalah dengan menggunakan siasat psikologis berupa iming-iming, ajakan pertemanan, tawaran perlindungan, persahabatan, kehangatan atau grooming behavior lainnya," jelas Reza.
Sebagai informasi, grooming behavior adalah suatu upaya pelaku kejahatan guna memanipulasi calon korbannya agar memiliki hubungan yang erat dan percaya.
Oleh karena itu, seorang penyandang disabilitas pun juga bisa saja menjadi pelaku pelecehan seksual.
Yang pasti memiliki kemampuan untuk melancarkan siasat psikologis, baik berupa kekerasan maupun grooming behavior, maka mungkin saja melakukan kekerasan seksual.
"Maka sah sudah siapapun termasuk penyandang disabilitas mungkin saja melakukan kekerasan seksual terhadap targetnya," tandas Reza.
Belakangan muncul informasi, Agus Buntung tidak sepenuhnya merasa kesulitan saat beraktivitas.
Kabar tersebut diungkapkan pendamping korban yang juga Komisi Anti-Kekerasan Seksual NTB, Andre Saputra.
Dalam penjelasannya, Agus Buntung bisa membuka pintu kamar homestay yang digunakannya untuk melecehkan korban, meski dalam kondisi disabilitas.
Hal itu diketahui setelah salah satu korban menceritakan peristiwa itu kepada Andre.
Peristiwa itu diketahui korban saat ia dan Agus Buntung mendatangai sebuah homestay pada 7 Oktober 2023.
Agus diketahui membuka pintu kamar homestay menggunakan gigi dan mulutnya.
"Menariknya di sini, ketika masuk ke kamar, pelaku yang membukakan pintu."
"Apa yang digunakan oleh pelaku? Gigi dan mulutnya untuk membuka pintu. Jadi pelakunya produktif," ujar Andre yang juga pendamping korban, Rabu (4/12/2024), dilansir Kompas.com.
Hal lain yang juga Agus Buntung bisa lakukan adalah membuka celana korbannya menggunakan jari-jari kaki.
Selain itu, Agus Buntung juga mampu memperdaya korban dengan menjanjikan kenyamanan atau bahkan perlakuan khusus, yang membuat mereka tidak sadar bahwa mereka menjadi korban pelecehan seksual.
Hal ini menunjukkan adanya pola yang sudah terstruktur dalam setiap aksinya.
Pelaku juga berulang kali melakukan pelecehan seksual di lokasi yang sama, dan sudah mengincar korban dengan taktik manipulasi yang cerdas.
Agus Buntung memanfaatkan korban yang kondisi psikologisnya sedang galau.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Endra Kurniawan/Theresia Felisiani/Willy Widianto)(Kompas.com)