TRIBUNNEWS.COM - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri menilai kasus pembunuhan Vina di Cirebon, Jawa Barat belum selesai meski Peninjauan Kembali (PK) tujuh terpidana ditolak Mahkamah Agung (MA).
Ia justru mempertanyakan empat hal. Pertanyaan itu, kata Reza, ditujukan kepada pihak Mabes Polri, terutama Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Namun, menurutnya pertanyaan itu akan dijawab oleh Mabes Polri jika yang bertanya adalah Komisi III DPR RI.
"Satu-satunya pihak yang kalau mengajukan pertanyaan itu tidak mungkin tidak dijawab adalah Komisi III DPR RI," kata Reza, dikutip dari YouTube tvOneNews, Jumat (20/12/2024).
Reza lantas menyinggung soal Komisi III DPR RI yang belakangan kerap memanggil Polri terkait kasus-kasus hukum.
"Maka sangat baik sekiranya kali ini Komisi III DPR RI juga memanggil Mabes Polri untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu tadi," ungkapnya.
Adapun pertanyaan pertama, terkait laporan yang dilayangkan oleh tim kuasa hukum terpidana.
Di antaranya terkait Iptu Rudiana dan laporan palsu.
"Pertanyaan saya, seiring dengan keluarnya keputusan PK ini, Mabes Polri masih menganggap penting tidak laporan-laporan untuk ditindak lanjuti."
"Atau jangan-jangan Mabes Polri beranggapan sudah selesai, game over, tidak ada lagi urgensi untuk menindaklanjuti laporan?" ujarnya.
Kedua, Reza menyinggung soal tiga orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus Vina.
Baca juga: Jeritan Hati Keluarga Terpidana Kasus Vina Cirebon: Minta Keadilan ke Kapolri dan Presiden Prabowo
"Dalam putusan baik itu di Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), Kasasi, dan sekarang diperteguh oleh PK, ada tiga orang yang statusnya masih buron, 3 DPO," urainya.
Reza pun mempertanyakan, mungkinkah Mabes Polri akan mencari tiga DPO tersebut setelah MA menolak PK tujuh terpidana.
"Kita bayangkan tiga DPO itu adalah orang-orang yang sangat berbahaya, melakukan pembunuhan dan juga rudapaksa. Pertanyaan saya ke Mabes Polri dan juga boleh ke Polda Jabar, akankah mereka mencari 3 DPO itu, mencari lho ya, bukan mencari-cari DPO," bebernya.
Ketiga, Reza bertanya soal pernyataan Kapolri yang sempat menyebut kerja penyidik Polda Jabar dalam kasus Vina tidak berdasarkan kaidah scientific.
"Kapolri dalam salah satu kesempatan, pernah memberikan testimoni bahkan bisa disebut sebagai autokritik."
"Kerja penyidik Polda Jabar 2016 belum sungguh-sungguh berdisiplin dengan kaidah scientific, izinkan saya bertanya kepada Pak Kapolri, tidak scientific di sebelah mana?" ucap Reza.
Terakhir, Reza mempertanyakan soal timsus yang melakukan investigasi ulang terhadap kasus Vina.
"Pertanyaannya, apa sesungguhnya temuan dan rekomendasi timsus tersebut?" ujarnya lagi.
Reza berpendapat, pengungkapan kasus yang baik harus memenuhi empat hal yakni tuntas, menyeluruh, objektif, dan transparan.
Sementara itu, dikesempatan berbeda, Reza sempat memberikan tanggapannya terkait putusan MA yang menolak PK tujuh terpidana kasus Vina.
Reza teringat dengan apa yang ia sampaikan di hadapan majelis hakim pada sidang PK di Pengadilan Negeri Cirebon, beberapa bulan lalu.
Saat itu, Reza menyampaikan permintaan maaf kepada ayah Eky, Iptu Rudiana.
"Karena sekian lama saya berprasangka buruk, sekian lama saya barangkali juga mengeluarkan kata-kata tidak pantas kepada Iptu Rudiana."
"Yang saya anggap sudah melakukan pelanggaran etik, bahkan mungkin juga pidana," katanya, dikutip dari tayangan YouTube Nusantara TV, Selasa (17/12/2024).
Baca juga: Anaknya Batal Bebas, Air Mata Kosim Ayah Terpidana Kasus Vina Cirebon Mengering
Dengan putusan MA yang menolak PK tujuh terpidana kasus Vina, Senin (16/12/2024), membuat Reza harus mengulangi kalimat tersebut.
"Segala penilaian negatif yang sudah saya berikan kepada Iptu Rudiana plus juga para penyidik Polda Jabar pada 2016 dan 2024 tampaknya harus saya koreksi besar-besaran," urainya.
Menurut Reza, suka tidak suka, putusan MA itu telah membersihkan nama Iptu Rudiana dan penyidik di kasus Vina.
"Mau tidak mau, putusan PK di hari keramat ini membersihkan nama Iptu Rudiana, membersihkan nama penyidik tahun 2016 dan 2024 di Polda Jabar," tandasnya.
Meski getir, lanjut Reza, ia tak punya pilihan lain selain mengatakan hal tersebut.
Dengan putusan itu juga, ia mengasumsikan proses penegakan hukum dalam kasus Vina sudah sesuai prosedur dan profesional.
"Kita hanya boleh satu asumsi, proses penegakan hukum atas kasus ini sudah berlangsung secara prosedural, proporsional, dan profesional."
"Getir, saya tidak punya pilihan kecuali mengatakan itu," tukasnya.
Pertimbangan MA Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina
Juru Bicara Mahkamah Agung, Yanto, menjelaskan ada dua pertimbangan majelis hakim menolak permohonan PK tersebut.
Pertama, tidak terdapat kekhilafan Judex Factie dan Judex Jurist hakim dalam mengadili para terpidana.
"Dan bukti baru atau novum yang diajukan oleh terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 Ayat 2 huruf A KUHP," ujarnya, Senin (16/12/2024), dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.
Sebagai informasi, PK tujuh terpidana itu terbagi dalam dua perkara.
Perkara pertama teregister dengan nomor 198/PK/PID/2024 atas nama Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Baca juga: Toni RM Ragukan Kemampuan Hakim PK 7 Terpidana Kasus Vina: Jangan-jangan karena Menjaga 3 Institusi
Perkara Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya diadili oleh Ketua Majelis PK, Burhan Dahlan dengan dua anggota majelis, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.
Sementara itu, PK lima terpidana lainnya, yakni Eka Sandi, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto teregister dengan nomor 199/PK/PID/2024.
Adapun PK lima terpidana ini diadili oleh Burhan Dahlan serta dua anggota majelis, Jupriyadi dan Sigid Triyono.
Sebagai informasi, dalam kasus Vina yang terjadi pada 2016 ini, total ada delapan orang terpidana.
Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup.
Satu terpidana lainnya yakni Saka Tatal dihukum delapan tahun penjara.
Adapun Saka Tatal kini telah bebas murni.
Meski telah bebas, Saka Tatal diketahui juga mengajukan PK, namun ia bernasib sama dengan tujuh terpidana kasus Vina. PK yang diajukan pihaknya juga ditolak oleh MA.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana)