News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kilas Balik Tsunami di Selat Sunda 6 Tahun Lalu Menewaskan 426 Orang, Tanjung Lesung Mencekam

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana dampak tsunami selat sunda di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, Rabu (26/12/2018). Di perkampungan nelayan itu tampak rumah-rumah penduduk hancur dan perahu-perahu nelayan pun berserakan di segala penjuru. (Tribunnews/Jeprima)

TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Detik-detik kejadian tsunami melanda Selat Sunda pada 22 Desember 2018 silam masih sangat diingat  Mubarok (28), warga Kecamatan Cigeulis, Pandeglang.

Ia masih merasa trauma kejadian itu apalagi peristiwa itu nyaris merenggut nyawanya bahkan salah seorang temannya menjadi korban.

Diketahui tsunami yang dipicu letusan Gunung Anak Krakatau itu mengakibatkan 426 korban jiwa dan 7.202 lainnya luka-luka.

Mubarok mengatakan, saat ini dirinya sedang menyaksikan konser Seventeen di Tanjung Lesung ketika gelombang besar menghantam.

 "Itu kejadian yang sulit saya lupakan. Teman saya meninggal dunia, dan saya sendiri nyaris tewas setelah terseret arus," ujarnya.

Mubarok menceritakan detik-detik kejadian.

Malam itu itu memang terasa mencekam karena aliran listrik sempat padam sebelum akhirnya gelombang besar datang sekitar pukul 21.00 WIB.

Baca juga: Mengenang 20 Tahun Tsunami Aceh, Tahukah Kamu Dampaknya Sampai ke Somalia?

"Saya kira itu cuma cek sound, ternyata gelombang tsunami," katanya.

Mubarok mengaku terseret ke tengah laut,tapi ombak kedua membawa saya kembali ke daratan.

Ia mengalami luka robek di kepala akibat terbentur benda tumpul saat terseret arus.

"Dengan kondisi gelap gulita, saya mencari cahaya hingga akhirnya ditolong warga yang membawanya ke klinik terdekat," katanya.

 Hal serupa dirasakan Hudan, warga Kecamatan Sumur.

Ia menyaksikan reruntuhan rumah-rumah warga dan banyaknya korban yang tertimpa bangunan.

"Suasana malam itu sangat mengerikan, banyak yang mengungsi," katanya.

Bahkan, beberapa warga sampai takut mendengar suara sirine ambulans setelah kejadian itu.

Namun, warga kini berupaya bangkit.

Trauma perlahan memudar, digantikan oleh semangat bersama untuk membangun kembali apa yang hilang akibat bencana.

Gelombang tsunami setinggi 2 meter di Selat Sunda menerjang Provinsi Banten dan Provinsi Lampung.

Kerusakan akibat tsunami Selat Sunda (Dok.BNPB)

Dampak terparah dirasakan di Kabupaten Pandeglang, Banten.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono menyebutkan, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dan gelombang tinggi karena faktor cuaca di perairan Selat Sunda memicu gelombang tsunami.

Rahmat menyampaikan, apabila dipicu oleh erupsi Gunung Anak Krakatau, maka gelombang tsunami mencapai sekitar 90 sentimeter.

Namun, karena adanya gelombang tinggi akibat faktor cuaca, arus gelombang tsunami bertambah lebih dari 2 meter.

Baca juga: SBY Ungkap Tantangan Dirinya Saat Jadi Presiden, Singgung Tsunami Aceh Hingga Harga Minyak Meroket

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kala itu, Dwikorita Karnawati memaparkan sekitar pukul 13.51 WIB, pihaknya telah mengumumkan erupsi Gunung Anak Krakatau dengan status level Waspada sejak Kamis (21/12/2018).

Pada Sabtu (22/12/2018), BMKG mengeluarkan peringatan dini sekitar pukul 07.00 WIB akan potensi gelombang tinggi di sekitar perairan Selat Sunda.

Dwikorita menambahkan, sekitar pukul 09.00-11.00 WIB, tim BMKG sedang melakukan uji coba instrumen di perairan Selat Sunda.

Ketika dilakukan uji coba, terjadi hujan lebat dengan gelombang dan angin kencang, sehingga tim segera kembali ke darat.

Hal ini mengakibatkan sejumlah alat pendeteksi tsunami BMKG menunjukkan ada potensi kenaikan permukaan air di pantau sekitar Selat Sunda.

Berdasarkan hasil pengamatan alat pendeteksi tsunami di Serang di Pantai Jambu, Desa Bulakan, tercatat pukul 21.27 WIB ketinggian gelombang mencapai 0,9 meter.

Di wilayah lain seperti Kota Agung, Lampung, dan Kota Bandar Lampung periode gelombang yang terjadi merupakan periode gelombang pendek.

(Tribunnews.com/Maliana) (Kompas.com/Mela Arnani) (Tribun Banten/Engkos Kosasih)

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini