Data ini kemudian dikirim ke stasiun di darat yang dinamai ARWO (Aerial Recconaissance Weather Officer).
Selain itu, WC-130J juga dilengkapi SATCOM (Satellite Communication System) dan Airborne Vertical Atmospheric Profilling System (AVAPS) yang berfungsi sebagai sistem profil pada kondisi atmosfer secara vertikal.
Uniknya, kru skadron ini terdiri dari warga sipil dan bukan personel Angkatan Udara AS atau personel militer lainnya. Mereka bekerja secara shift karena skadron ini harus siap selama 24 jam penuh.
Jika badai terdeteksi, mereka akan langsung memonitor dan mengikuti badai tersebut.
Saat melakukan operasi, kru darat juga selalu membawa baling-baling cadangan karena benda ini paling riskan ketika menghadapi badai.
Jika baling-baling rusak karena dihantam badai, WC-130J akan mendarat di suatu tempat dan mengganti baling-baling untuk langsung kembali beroperasi.
Dalam melaksanakan tugas “mengejar badai”, skadron pemburu badai ini juga tak selamanya mulus.
Suatu waktu, salah satu unit di skadron ini kehilangan salah satu pesawatnya saat melaksanakan misi pengejaran badai.
Hingga saat ini awak dan pesawatnya tak pernah ditemukan. Sejak berdirinya 53rd Weather Reconnaissance Squadron hingga saat ini, kecelakaan itu tercatat sebagai bencana paling parah yang pernah terjadi.