TRIBUNNEWS.COM -- Sebanyak 40 dari 49 satelit internet Starlink milik SpaceX dikabarkan lumpuh akibat badai geomagnetik yang dipicu oleh ledakan besar radiasi matahari.
Satelit-satelit Starlink milik orang terkaya sejagat, Elon Musk tersebut terbakar dan jatuh ke bumi.
Peristiwa tersebut diumumkan di situs web SpaceX pada Selasa (8/2/2022), mengatakan bahwa satelit-satelit tersebut terkena badai matahari pada Jumat 4 Februari, sehari setelah diluncurkan ke orbit rendah awal sekitar 210 km di atas Bumi.
Baca juga: SpaceX Milik Elon Musk Siap Pulihkan Jaringan Internet di Tonga
Peluncuran satelit, yang dibawa oleh roket SpaceX Falcon 9 dan diterbangkan dari Kennedy Space Center di Florida, kira-kira bertepatan dengan pengamatan badai geomagnetik yang diunggah pada Rabu dan Kamis 2-3 Februari) oleh Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa AS.
Apa itu badai Matahari yang jatuhkan satelit internet Starlink?
Badai Matahari adalah lonjakan pelepasan energi Matahari melalui titik-titik tertentu akibat terjadinya gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian-bagian permukaan Matahari dan antara permukaan dengan interior Matahari.
Baca juga: Gangguan Sinyal Radio di Rusia Disebabkan Badai Matahari, Ini Penjelasannya
Ketidakseragaman ini menyebabkan garis-garis gaya magnetik Matahari bisa saling berbelit, terpuntir dan membentuk busur yang menjulur keluar dari fotosfera.
Busur tersebut memerangkap plasma Matahari. Pada satu saat busur ini akan putus dan menghasilkan dua fenomena, yang keduanya bisa menjadi penyebab terjadinya badai matahari.
1. Fenomena flare
Matahari Fenomena yang pertama yang terjadi akibat busur memerangkap plasma Matahari adalah kilatan atau flare Matahari.
Flare Matahari ini merupakan proses pelepasan energi yang bisa disetarakan dengan kilatan cahaya pada las busur listrik.
2. Pelepasan Massa Korona (PMK)
Selanjutnya, untuk fenomena yang kedua adalah pelepasan massa korona (PMK). Astronom amatir Indonesia Marufin Sudibyo menjelaskan, PMK merupakan keadaan dimana 10 - 100 juta ton massa plasma yang semula tersekap di balik busur magnetik mendadak terlepaskan ke angkasa pada arah tertentu pada kecepatan tinggi (500 km/detik atau lebih).
"Kombinasi keduanya (Flare Matahari dan PMK) menjadi badai Matahari," kata Marufin kepada Kompas.com edisi 15 September 2021.