Hari Ini Ada Fenomena Equinox, Saat Matahari Tepat di Atas Ekuator,Benarkah Bisa Picu Suhu Panas?
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suhu dirasakan lebih panas dirasakan beberapa hari terakhir. Pada saat bersamaan, fenomena equinox terjadi pada Senin (23/9/2024).
Benarkah karena fenomena astronomi ini suhu semakin panas?
Baca juga: Mengenal Fenomena Equinox yang Terjadi di Indonesia, Apa Dampaknya?
Posisi Matahari Saat Fenomena Equinox
Fenomena equinox adalah fenomena astronomi saat Matahari tepat berada di atas ekuator atau khatulistiwa.
Peristiwa equinox berlangsung dua kali dalam setahun, yakni pada 21 Maret dan 23 September.
Tahun ini, fenomena tersebut terjadi pada Senin (23/9/2024).
Sebagai salah satu negara yang dilewati garis khatulistiwa, fenomena equinox tentu membawa beberapa dampak bagi Indonesia.
Lalu, apa saja dampak equinox bagi Indonesia?
Baca juga: Anak-anak Hadapi Suhu Panas Ekstrem Dua Kali Lipat dari Suhu yang Dirasakan oleh Kakek-nenek Mereka
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto menjelaskan, equinox adalah fenomena astronomi ketika Matahari melintasi garis khatulistiwa.
"Fenomena ini berkaitan dengan posisi titik semu Matahari yang melintasi ekuator," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Minggu (22/9/2024).
Guswanto menjelaskan, fenomena equinox berdampak pada Matahari yang bersinar lebih optimal di wilayah ekuator, termasuk Indonesia.
Namun, peristiwa ini tidak menyebabkan suhu panas atau peningkatan suhu lingkungan secara drastis.
Menurut dia, masyarakat Indonesia hanya akan merasakan panas lebih terik karena sinar Matahari menyorot lebih optimal dari hari lainnya.
"Berbeda dengan gelombang panas. Hanya panas terik harian saja, misalnya seperti saat ini, panas terik, tidak ada tutupan awan, maka (sinar) optimum, sehingga kelihatannya menyengat sekali," paparnya.
Benarkah Equinox Picu Suhu Panas?
Guswanto melanjutkan, peningkatan atau penurunan suhu harus diukur menggunakan termometer dan tidak boleh berdasarkan rasa atau feel-like.
Feel-like temperature adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sensasi suhu yang dirasakan manusia, seperti lebih panas atau gerah.
Nihilnya tutupan awan menyebabkan cuaca lebih terasa terik lantaran kehadirannya dapat membuat suasana lebih adem.
Selain minim tutupan awan, rasa gerah yang dirasakan orang pun dapat terjadi karena beberapa kondisi.
Misalnya, orang yang kurang sehat mungkin akan merasa suhu di sekitar lebih panas daripada orang dalam kondisi sehat.
Guswanto menegaskan, equinox tidak mengakibatkan peningkatan suhu udara secara permanen dan signifikan.
"Kalau ukuran suhu meningkat itu harus ada ukurannya, tidak boleh dari feeling. Dari pengukuran BMKG tidak ada yang berbeda terlalu jauh," ujarnya.
Oleh karena itu, Guswanto mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi fenomena equinox.
Puncak Kemarau
Sebelumnya, BMKG memberikan penjelasan mengenai keluhan warganet soal suhu panas di beberapa wilayah Indonesia.
Diketahui, sejumlah warganet di akun media sosial X (dulu Twitter) mengeluhkan suhu panas yang terjadi di beberapa kota di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Terkait hal tersebut, Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ardhasena Sopaheluwakan, pun membeberkan alasannya.
Menurut Ardhasena, suhu panas yang melanda sejumlah wilayah, khususnya Pulau Jawa, karena mulai memasuki puncak kemarau 2024.
"Suhu panas di beberapa wilayah di Pulau Jawa karena sudah mulai masuk puncak kemarau," katanya, Selasa (20/8/2024), dilansir Kompas.com.
Puncak Kemarau Agustus-September 2024
Lebih lanjut, Ardhasena mengatakan, puncak kemarau terjadi pada Agustus hingga September 2024.
Nantinya, kata Ardhasena, suhu panas akan tetap terjadi di beberapa wilayah Indonesia hingga akhir September 2024.
Selain itu, suhu panas di siang hari disebabkan oleh gerak semu Matahari yang berjarak dekat dengan equator.
"Periode kering ini akan berlangsung hingga akhir September," jelasnya.
Meski demikian, cuaca hujan sedang hingga lebat masih berpotensi terjadi di sebagian wilayah Indonesia.
Kelas II Ahmad Yani Semarang, menjelaskan puncak musim kemarau di Jawa Tengah ditandai dengan suhu yang lebih rendah.
Prakirawan BMKK Ahmad Yani Semarang, Noor Jannah Indriyani, mengatakan beberapa hari terakhir ini, untuk wilayah Jateng bisa dijumpai suhu dingin.
Suhu tersebut, dirasakan terutama pada malam hingga dini hari, menjelang pagi.
"Fenomena ini sebenarnya normal, terutama saat kita memasuki puncak musim kemarau. Pada saat ini, tutupan awan relatif kecil sehingga radiasi bumi yang dipancarkan tidak terhalang," ungkapnya, Senin (15/7/2024), beberapa waktu lalu.
Akibatnya, Bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya, membuat suhu di sekitar permukaan Bumi menjadi lebih dingin daripada biasanya.
“Malam hari di mana radiasi Bumi dipancarkan itu tidak ada hambatan atau penghalang sehingga bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya, dan untuk suhu di sekitar permukaan Bumi bisa lebih dingin daripada biasanya,” lanjutnya.
Lantas, BMKG memprediksi, puncak musim kemarau di wilayah Jawa Tengah akan terjadi pada Agustus hingga September 2024.