Li yang sudah memiliki dua anak merasa tak tega meninggalkan Zhao kecil sendirian di tengah salju.
Ia pun membawa Zhao pulang ke rumah.
Keluarga Li kemudian memanggil Zhao dengan nama Xuecheng, yang berarti 'tumbuh di salju'.
Karena kondisi keluarga Li yang tidak mampu, Zhao hanya mendapatkan perawatan seadanya untuk mengobati luka bakar di wajah.
Zhao kecil sempat merasakan berada di bangku sekolah sebelum akhirnya ia memutuskan keluar.
Baca: Pria Tertangkap Basah Lecehkan Wanita gara-gara Flash Kamera Menyala, Modusnya Pura-pura Menelepon
"Aku hanya bersekolah satu tahun karena teman-teman terus mengejek wajahku. Ibuku mengajariku sendiri meski ia hanya lulusan sekolah dasar," kata Zhao.
Hingga dewasa, Zhao jarang keluar dari rumah kecuali saat membantu orang tuanya.
Ia juga tak pernah berbicara pada orang lain selain keluarganya.
Karena Li semakin tua, ia merasa khawatir tak bisa segera memberikan pengobatan yang layak untuk putra angkatnya.
Keluarga Li pun menghemat biaya sebesar 50 ribu yuan (Rp 108,3 juta) dari daur ulang limbah dan meminta sumbangan kepada orang-orang sebelum mereka menghubungi Rumah Sakit Wuhan pada Maret 2017.
Seorang wanita Italia yang mengetahui kasus Zhao menghubungi rumah sakit untuk menyumbang biaya perawatan sebesar $ 2 ribu (Rp 296 juta).
Dokter yang menangani kasus Zhao mengatakan ia terkejut sekaligus merasa takjub saat melihat wajahnya.
"Bisa disebut wajah Zhao benar-benar rusak saat ia tiba di sini. Ia hanya memiliki sedikit kulit sehat di dahinya," kata dokter Xie Weiguo.
"Itu bukan tugas yang mudah, tapi kami akhirnya menyusun rencana untuk memberi Zhao wajah baru," tambahnya.