News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Demo di Jakarta

3 Tanggapan Kontra Pelaksanaan Reuni 212, Boni Hargens: 212 Merupakan Gerakan Oposisi Politik

Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Satu hari jelang pelaksanaan Reuni 212, tanggapan dari beberapa pihak terus bergulir, Boni Hergens menilai Reuni 212 merupakan gerakan oposisi politik

TRIBUNNEWS.COM - Satu hari jelang pelaksanaan Reuni 212, Minggu (2/12/2018) tanggapan dari beberapa pihak terus bergulir, beberapa di antaranya kontra.

Boni Hargens, Direktur Lembaga Pemilihan Indonesia (LPI) menilai Reuni 212 merupakan gerakan oposisi politik.

Reuni 212 akan digelar di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Minggu (2/11/2018).

Reuni 212 ini merupakan reuni kedua sejak Aksi Bela Islam dilaksanakan 2 Desember 2016.

Baca: Razman Nasution Sebut Reuni 212 Bernuansa Politis

Pelaksanaan even yang dihadiri banyak massa dari berbagai daerah Indonesia itu tentu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak.

Beberapa pihak menyetujui pelaksanaan Reuni 212, dan beberapa yang lain tidak.

Berikut adalah tanggapan dari beberapa pihak yang kontra.

1. MUI Jawa Barat

Menanggapi pagelaran Reuni 212, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat (Jabar) menunujukkan sikap kurang sejalan.

MUI Jabar menilai kegiatan Runi 212 sudah melenceng ke arah politik.

"Dari hasil pengamatan kami, kegiatan reuni 212 itu sudah tidak murni lagi sebagai kegiatan keagamaan."

"Kegiatannya sudah melenceng ke arah politik," kata Ketua MUI Jawa Barat Rachmat Syafei di kantornya, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (28/11/2018) dilansir dari Kompas.com.

Baca: Hari Ini Monas Buka 24 Jam, Peserta Reuni 212 Dibolehkan Menginap

Rachmat menjelaskan, awalnya kegiatan 212 muncul dari peristiwa kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta pada waktu itu.

Saat itu, MUI pun sudah mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan sebagai perwakilan ulama.

Ahok pun sudah dinyatakan bersalah bahkan kini masih menjalani hukuman pidana.

Artinya, kasus tersebut sebenarnya sudah dinyatakan selesai.

MUI Jabar juga memberikan imbauan pada masyarakat Jabar untuk tidak terprovokasi.

"Ini semua kan demi NKRI. Di samping usaha, doa juga tetap harus dilakukan. Minta agar bangsa ini diselamatkan dan dijauhkan dari sifat kegaduhan, kerusuhan dan lain sebagainya," katanya.

Rachmat juga meminta masyarakat Jabar untuk tidak membungkus kegiatan politik dengan isu agama menjelang Pipres 2019.

"Kegiatan politik silakan saja berjalan, tapi jangan sampai menggunakan embel-embel agama," ujarnya.

2. Direktur Lembaga Pemilihan Indonesia (LPI)

Direktur Lembaga Pemilihan Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai Reuni 212 merupakan gerakan oposisi politik.

Pendapat itu berdasar pada sisi historis, waktu, dan wacana serta narasi yang dibuat.

"Dari aspek sejarah, Gerakan 212 bermula dari kasus 'penistaan' yang dituduhkan pada Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, yang pada tahun 2016 sedang berkampanye politik melawan pasangan Anies-Sandi."

"Ahok ketika itu adalah pasangan terkuat dalam berbagai survei independen," ujar Boni Hargens dalam diskusi 'Reuni 212: Gerakan Moral atau Politik?', di Gado-Gado Boplo Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (1/12/2018) dilansir dari Warta Kota.

"Keadaan berbalik setelah Ahok menyebut ayat suci Al-Maidah. Inilah titik masuk bagi lawan politik untuk menyerang secara sistematis, dan pada akhirnya Ahok kalah dalam pemilihan yang digelar awal 2017," sambungnya.

Kata Boni Hargens, dari aspek historis, 212 adalah gerakan politik yang bercampur gerakan moral. Dari segi waktu, Gerakan 212 semakin aktif menjelang pemilu 2019.

"Berdasarkan apa yang kami amati, menunjukkan bahwa Komunitas 212 memang telah menjadi gerakan kampanye politik yang tidak bisa lagi dianggap sebagai perjuangan moral murni. Eskalasi gerakan yang seiring dengan momen kampanye politik yang semakin mendekati waktu pemilihan 2019, mensinyalir 212 sebagai gerakan oposisi yang bertujuan meraih kekuasaan," paparnya.

Berikutnya, ucap Boni Hargens, narasi yang dibangun oleh elite PA 212, yakni membangun propaganda di media sosial dan di media mainstream, merupakan narasi kekuasaan.

"Wacana yang diangkat pada umumnya adalah kritik dan serangan terhadap pemerintah dan institusi negara yang saat ini bekerja," ulasnya.

"Gerakan 212 telah menjadi gerakan oposisi politik yang ingin memperjuangkan kekuasaan dan menghendaki pemerintahan Presiden Jokowi berakhir pada Pilpres 2019. Dengan kata lain, Reuni 212 yang akan digelar esok merupakan murni oposisi politik untuk melawan pemerintahan saat ini," tambahnya.

3. Menko Polhukam

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto memberikan imbauan tentang kegiatan ini dikaitkan dengan Pemilu 2019.

Baca: Prabowo Bakal Jadi Tamu Kehormatan di Reuni 212

Di tahun politik ini mengimbau agar energi dan kegiatan diarahkan untuk membangun partisipasi publik untuk ikut serta dalam Pemilu 2019.

Ia juga berharap bisa berperan dalam suksesnya Pemilu 2019, bukan justru menjadi penghambat.

"Kalau pemilu sukses maka demokrasi kita berjalan lebih lebih maju lagi tapi kalau pada saat kita ricuh menjelang pemilu, ada kekacauan itu kan menandakan bahwa demokrasi kita tidak pernah dewasa," ujarnya dilansir dari Kompas.com.

"Maka saya mengajak dan mengimbau marilah kita bersama-sama menjaga agar pemilu berjalan dengan baik dan prakondisi yang berjalan ini bisa kita jaga dengan baik suhunya, hangat boleh tapi jangan mendidih," lanjutnya.

(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini