Konon NH Dini masih berdarah Bugis.
NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD.
Baca: Rumah Masa Kecil Sastrawan Pramoedya Ananta Toer akan Direvitalisasi Jadi Tempat Wisata Sastra
Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri.
NH Dini sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati.
Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya.
Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.
Baca: Mengharukan, Keinginan Sastrawan Danarto Mengunjungi Makam Ibunya Tak Kesampaian
Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita.
NH Dini malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis.
Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.
Kemudian, pada akhirnya NH Dini menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya.
Baca: Sastrawan Danarto Meninggal Dunia Tertabrak Motor, Medsos Ramai Ucapan Doa dan Bela Sungkawa
Dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.
Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap.
Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah.
Masa itu, NH Dini sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek.