TRIBUNNEWS.COM - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho membagikan penampakan Gunung Anak Krakatau dari udara, tinggi gunung yang sebelumnya 338 meter merubah menjadi 110 meter.
Sutopo menyebutkan, perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau terjadi begitu cepat.
Longsor bawah laut yang juga dikenal sebagai tsunami Selat Sunda (22/12/2018) menyebabkan kawah berasa di bawah permukaan laut.
Namun, pada Rabu (9/1/2019) bagian barat-barat daya yang sebelumnya berada di bawah permukaan laut, kini sudah naik ke atas permukaan laut.
Berikut video penampakan Gunung Anak Krakatau dari udara yang diambil melalui helikopter Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu (13/1/2019).
Baca: Penjelasan PVMBG terkait Gempa Bumi di Perairan Selat Sunda, Gunung Anak Krakatau Tidak Terdampak
Sementara di bawah ini adalah foto perbandingan morfologi Gunung Anak Krakatau dari sebelum dan sesudah longsor yang diabadikan citra satelit TerraSAR-X.
Pasca longsor dan erupsi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus memberikan informasi pantauan aktivitas terbaru Gunung Anak Krakatau.
Berdasarkan pantauan PVMBG per 10-11 Januari 2019 pukul 06.00 WIB, Gunung Anak Krakatau mengalami gempa tektonik lokal sebanyak 35 kali.
Baca: Video Kondisi Terbaru Gunung Anak Krakatau, Begini Penjelasan dari Sutopo dan PVMBG
Secara visual teramati asap putih setinggi 50 - 100 meter terdapat di atas kawah.
Selain gempa tektonik lokal yang terjadi sebanyak 35 kali, terjadi pula 4 kali gempa tektonik jauh dan satu kali gempa hembusan.
Saat ini, Gunung Anak Krakatau masih berada pada status siaga/level III yang ditunjukkan dengan warna orange.
Tinggi asap 1000 meter di atas kawah dengan arah pergerakan angin ke timur.
Atas kondisi tersebut, PVMG mengimbau masyarakat untuk:
Baca: PVMBG Imbau Masyarakat Waspadai Potensi Banjir Lahar Dingin dan Erupsi Susulan Gunung Agung, Bali
1. Masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer dari kawah.