News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

5 Fakta Pemberian Grasi Jokowi pada Pembunuh Wartawan di Bali: Pejabat Istana Saling Lempar

Penulis: Lita Andari Susanti
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pembunuhan. Berikut sejumlah fakta terkait pemberian Grasi oleh Presiden Jokowi kepada I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan di Bali.

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi terhadap 115 orang narapidana.

Dari ratusan napi yang memperoleh grasi, satu di antaranya adalah terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama.

I Nyoman Susrama merupakan otak pembunuhan berencana terhadap wartawan Jawa Pos Radar Bali, AA Gede Bagus Narendra Prabangsa, pada Februari 2009.

I Nyoman Susrama mendapat grasi dari masa pidana seumur hidup menjadi pidana sementara selama 20 tahun.

Baca: Soal Terpidana Pembunuh Wartawan Radar Bali, Yasonna: Bukan Grasi Tapi Remisi

Keputusan Presiden pun menuai sejumlah komentar dari berbagai kalangan, termasuk pihak Istana dan Aliansi Jurnalin Independen (AJI).

Berikut sejumlah fakta terkait pemberian Grasi dari Presiden Jokowi kepada I Nyoman Susrama, dirangkum Tribunnews.com dari Kompas.com dan Tribun Bali.

1. Tuai kecaman dari AJI

Pemberian grasi pada I Nyoman Susrama mendapat kecaman dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Ketua AJI Denpasar, Nandang R Astika mengatakan, keputusan Jokowi merupakan langkah mundur terhadap penegakan demokrasi.

"Pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali tahun 2009 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia."

"Ini karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat," ucap Nandang, melalui siaran pers, Rabu (23/1/2019).

AJI Denpasar bersama sejumlah advokat dan aktivis, yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam.

Karena itu, AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut.

"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gede Bagus Narendara Prabangsa untuk dicabut atau dianulir,"pungkas Nandang.

2. Tanggapan Menteri Yasonna Laoly atas kecaman dari AJI

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly memberikan tanggapan atas kecaman dari AJI terkait pemberian grasi tersebut.

Yasonna menegaskan, pemerintah sudah mempertimbangkan dengan matang pemberian grasi kepada I Nyoman Susrama.

"Kalau kecaman kan bisa saja, tapi kalau orang itu sudah berubah bagaimana?" kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1/2019) dikutip dari laman Kompas.com.

"Kalau kamu berbuat dosa, berubah, masuk neraka terus? Enggak kan? jadi jangan melihat sesuatu sangat politis," tambah dia.

Yasonna mengatakan, pemerintah sudah memperhatikan dari berbagai aspek dalam memberikan remisi kepada Susrama.

I Nyoman Susrama sudah menjalani masa hukumannya selama 10 tahun, dan selalu berkelakuan baik.

Menurutnya, remisi sejenis juga sudah sering diberikan ke banyak narapidana.

3. Pejabat Istana sempat saling lempar

Para pejabat di Istana Kepresidenan saling lempar saat ditanya soal grasi yang diberikan Jokowi pada I Nyoman Susrama.

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung meminta wartawan untuk bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.

"Tanya Pak Mensesneg. Grasi urusannya Mensesneg," kata Pramono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Sementara itu, Mensesneg Pratikno juga enggan menjawab pertanyaan wartawan seputar pemberian grasi.

Ia meminta awak media bertanya kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Yasonna terkait hal ini.

"Tanya Menkumham-lah ya. Tadi saya sudah ditelepon Menkumham, 'Kalau tanya, suruh tanya ke saya'. Jadi Pak Menkumham tahu parameternya," kata Pratikno.

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi Saptopribowo juga menyampaikan jawaban yang sama saat ditanya soal grasi untuk Susrama.

"Coba tanya ke Menkumham, saya belum dapat info detailnya," kata Johan.

Baca: Saling Lempar Pejabat Istana Saat Dikonfirmasi Soal Grasi Jokowi untuk Pembunuh Jurnalis di Bali

4. Komentar Jusuf Kalla

Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi kritikan atas pemberian grasi oleh Jokowi pada I Nyoman Susrama.

Bagi JK, sah-sah saja semua orang memberikan kritikan kepada pemerintah.

"Ya biasa lah. Saya katakan tadi pemerintah tanpa kritik bukan pemerintah, apa saja dikritik, mau sabun dikritik, ini dikritik, mau keputusan dikritik," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (22/1/2019).

JK menilai, hukuman seumur hidup dan pidana 20 tahun tak jauh berbeda.

"Memang umumnya, yang namanya hukuman seumur hidup itu hampir sama 20 tahun."

"Dua puluh tahun juga, itu umurnya sekarang berapa, mungkin ya kita tidak mendahului Tuhan tapi ya memang tidak jauh-jauh itu, 20 tahun seumur hidup, tidak jauh-jauh," kata dia.

Baca: Komentar JK Soal Pemberian Grasi kepada Pembunuh Wartawan Radar Bali

5. Perjalanan kasus

I Nyoman Susrama dijatuhi pidana penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 15 Februari 2010.

Majelis hakim pimpinan Djumain menyatakan, I Nyoman Susrama telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Prabangsa.

Susrama dijerat Pasal 340 KUHP.

Kasus pembunuhan Prabangsa berhasil diungkap polisi meskipun para pelaku telah berupaya keras menghilangkan jejak.

Eksekusi terhadap korban dilakukan di rumah I Nyoman Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli, sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 Wita, pada 11 Februari 2009.

I Nyoman Susrama menjadi aktor intelektual dalam kasus pembunuhan terhadap Prabangsa.

Hal ini yang diduga terkait pemberitaan kasus dugaan penyimpangan proyek di Dinas Pendidikan dalam pembangunan sekolah TK Internasional di Bangli.

I Nyoman Susrama memerintahkan dua anak buahnya untuk menghabisi korban di belakang rumahnya.

Mayat korban kemudian dibuang di tengah laut Padangbai, Klungkung.

Mayat Prabangsa kemudian ditemukan mengambang di laut Padangbai, Klungkung, pada 16 Februari 2009 dalam kondisi mengenaskan.

(Tribunnews.com/Lita Andari Susanti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini