TRIBUNNEWS.COM - Abu Bakar Ba'asyir yang direncanakan akan bebas minggu ini, ternyata batal dibebaskan.
Kepala Staf Presiden, Moeldoko memastikan bahwa saat ini permintaan pembebasan bersyarat atas Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Sebab, Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat memenuhi syarat formil sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan lebih lanjut didetailkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Baca: Moeldoko: Persyaratan Bebas untuk Abu Bakar Baasyir Tak Boleh Dinegosiasi
Syarat formil bagi seorang narapadiana perkara terorisme yaitu bersedia berkerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang ia lakukan.
Kemudian telah menjalani paling tidak dua per tiga masa pudana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana paling sedikit 9 bulan.
Selain itu telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.
Terakhir yaitu menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan kesetiaan pada NKRI secara tertulis.
Baca: Jusuf Kalla Sebut Baasyir Harus Tanda Tangan Pernyataan Setia Pada NKRI dan Pancasila
Belum Memenuhi Syarat Bebas
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Yasonna H Laoly mengatakan, menandatangani dokumen yang berisi ikrar kesetiaan terhadap Pancasila dan NKRI sangat penting dan wajib bagi narapidana terorisme yang ingin mengajukan bebas bersyarat.
"Itu kan masalah fundamental. Kalau nanti kita berikan kesempatan itu, masih ada berapa ratus (napi) teroris lagi sekarang di dalam. 507 di dalam. Itu yang menjadi kajian kita. Tidak mudah ini barang. Ini kan menyangkut prinsip yang sangat fundamental bagi bangsa. Makanya kita sampai sekarang belum memutuskan itu," kata Yasonna, dikutip dari Tribun Jakarta.
Seharusnya, ungkap Yasonna, Abu Bakar Ba'asyir bisa bebas bersyarat pada 13 Desember 2018 yang lalu.
Baca: Politikus Gerindra: Mudah-mudahan Pembebasan Baasyir Tidak Seperti Pembebasan Tol Suramadu
"Kalau memenuhi syarat sebetulnya tanggal 13 Desember 2018 sudah kami keluarkan," kata Yasonna.
Akan tetapi, Abu Bakar Ba'asyir belum memenuhi persyaratan untuk menandatangani satu paket dokumen yang diantaranya berisi ikrar setia terhadap Pancasila.
Yasonna mengatakan, syarat tersebut wajib dilakukan oleh semua narapidana kasus terorisme yang ingin bebas bersyarat.
"Ada syarat penting yang dimintakan sesuai prosedur, sesuai ketentuan hukum, tapi sampai sekarang belum dipenuhi," kata Yasonna.
Baca: Menkumham: Abu Bakar Baasyir Seharusnya Bebas Bersyarat 13 Desember Lalu Jika . . .
Untuk itu, ia mengatakan pihaknya dan sejumlah kementerian dan lembaga terkait masih melakukan kajian yang mendalam dari berbagai aspek tentang hal ini, hukum, ideologi, keamanan dan lain-lain.
Kementerian tersebut antara lain Kementerian Luar Negeri, Kepolisian, Kemenkopolhukam, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Karena itu, ia mengatakan pemerintah belum bisa memutuskan Abu Bakar Baasyir bebas bersyarat sampai saat ini.
Jokowi Tak Mau Tabrak Hukum
Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sebelumnya akan membebaskan narapidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir karena kemanusiaan, kini dirinya menegaskan pembebasan Ba'asyir harus sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Baca: Ada Rencana Pembebasan Abubakar Baasyir Besok, Polres Sukoharjo Lakukan Ini
Jokowi mengatakan, saat ini pembebasan Ba'asyir hanya dapat dilakukan dengan pemberian Pembebasan Bersyarat.
Dikutip dari Tribunnews.com, konsekuensi pemberian Pembebasan Bersyarat ini adalah terpidana kasus terorisme harus memenuhi beberapa syarat umum dan khusus, termasuk menandatangani surat pernyataan kesetian terhadap Pancasila dan NKRI.
"Kita ini kan juga ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya Pembebasan Bersyarat, bukan pembebasan murni," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
"Pembebasan Bersyarat, syaratnya itu harus dipenuhi, kalau tidak kan nggak mungkin saya nabrak. Ya kan? Contoh syaratnya itu setia pada NKRI, setiap pada pancasila. Itu basic sekali itu, sangat prinsip sekali, jelas sekali," ungkap Jokowi.
Baca: Laskar Umat Islam Surakarta Minta Jokowi Realisasikan Janjinya Membebaskan Abu Bakar Baasyir
Jokowi menegaskan, sistem dan mekanisme hukum untuk Pembebasan Bersyarat tetap harus ditempuh dan tidak bisa dikesampingkan, termasuk oleh dirinya selaku presiden.
Jokowi menekankan dirinya selaku presiden tidak boleh melanggar aturan hukum untuk pembebasan Ba'asyir.
"Saya nabrak kan nggak bisa. Apalagi sekali lagi, Ini sesuatu yang basic, setia pada NKRI dan Pancasila," imbuhnya.
Ba'asyir Heran Dengan Batalnya Pembebasan Dirinya
Abu Bakar Ba'asyir sempat mempertanyakan kabar mengenai statusnya kepada tim pengacara di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Selasa (22/1/2019).
Baca: BREAKING NEWS: Abu Bakar Baasyir Batal Dibebaskan, Pemerintah Sampaikan Penyebabnya
Ba'asyir mengatakan, kabar sebelumnya dia dapat meninggalkan Lapas tanpa perlu menandatangani surat apapun.
Sementara, pada hari ini, Rabu (22/1/2019), kabar tersebut menjadi simpang siur.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM), Guntur Fattahilah kepada Tribun saat dihubungi.
"Tadi, kami ceritakan semuanya ke Ustaz Abu apa yang terjadi di luar. Nah, disitu ustaz bicara ke kami, 'Kok jadi begini? Kemarin sepertinya sudah tidak ada apa-apa?' Lalu, kami jelaskan juga informasi yang kami dapat sebelum berangkat tadi," jelasnya menirukan pernyataan Ba'asyir.
Baca: Tanggapi Pembebasan Baasyir, Mahfud MD : Beda antara Grasi, Bebas Murni dan Bebas Bersyarat
Guntur yang sebagai pengacara Ba'asyir, mempertanyakan sikap Presiden.
Pasalnya, Presiden Jokowi sudah melontarkan isu mengenai pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.
Sebagai Presiden, Guntur meminta agar dapat menerapkan kebijakannya, sebagaimana telah dijanjikan melalui Yusril Ihza Mahendra.
"Kalau seperti ini, jadinya kami kuasa hukum jadi ikut mempertanyakan sikap Jokowi. Kemarin, sempat sepakat untuk pembebasan, kenapa tahu-tahu sekarang berubah?" ucapnya.
Baca: Moeldoko Sebut Persyaratan Bebas untuk Abu Bakar Baasyir Tidak Boleh Dinegosiasi
Kendati demikian, sejauh pengetahuan dia dan tim pengacara, seluruh rencana masih di dalam jalur yang benar.
Sehingga, pihaknya masih optimis akan pembebasan tersebut.
Bahkan, sudah menyewa dua bus untuk pemulangan mantan pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia itu dari Lapas Gunung Sindur ke Pondok Pesantren Ngruki Sukoharjo.
"Sejauh ini masih dalam rencana. Kami sudah sewa bus untuk pemulangan. Kami masih optimis Ustaz Abu bisa keluar," jelasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)