Kemudian, selepas SMA, sekitar tahun 1990an, Uje ikut organisasi pecinta alam di gangnya. Organisasi itu bernama Boedi Rahayu Pecinta Alam (BOEPALA). Organisasi itu sudah berdiri sejak tahun 1978.
"Saya mulai naik gunung bersama Boepala tahun 1984. Uje itu mulai ikut naik gunung tahun 1991," seingat Hendri. Biasanya, kata Hendri, pendakian itu bisa dilakukan dua minggu sekali.
Paling sering mereka mendaki Gunung Gede-Pangrango, Gunung Salak, dan Gunung Halimun. "Uje itu kuat juga kalau naik gunung. Cepat juga dia kalau naik," kata Hendri kepada Warta Kota.
Pertemuan terakhir
Sebelum meninggal, Uje masih sempat mengikuti kegiatan Boepala pada 6-7 April di April di Pasir rengit, Cibatok, Bogor. Saat itu diadakan Musyawarah Besar Boepala. Sampai meninggal Uje masih menjabat sebagai penasehat Boepala.
Ketika itu, kata Hendri, Uje diundang sebagai pembicara. Saat hadir, Uje sedang sakit. Tubuh Uje meriang. Bahkan, baju seragam oranye Boepala terpaksa Uje lapisi dengan jaket kulit berwarna hitam.
"Dia sakit waktu itu. Bahkan ketika hendak pulang Uje sampai kami harus papah karena hampir terjatuh," kata Hendri kepada Warta Kota ditemui di rumahnya.
Di foto-foto terakhir bersama Boepala, Uje terlihat mengenakan topi. Saat difoto dia terlihat lebih banyak menunduk. Mukanya kurang ceria. Kontras dengan orang-orang yang berfoto bersama Uje yang tampak ceria. "Saya sekarang sedang cari foto-foto Uje ketika naik gunung bersama Boepala. Saya banyak yang hilang," kata Hendri.
Di masa Uje jadi pendaki, Uje kerap merubah gaya rambutnya. Terkadang pendek, panjang, gondrong, lalu potong cepak. Gaya celananya pun aneh-aneh. Paling sering Uje memakai celana model Cut Brai ketika berjalan di gang sempit rumahnya itu. (Warta Kota/Theo Yonathan Simon Laturiuw)