Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Saya selalu menggunakan konsep dakwah yang bisa masuk ke akal mereka.
Apakah pernah mendapat penolakan, Gus?
Ya sering. Tidak sedikit pula yang akhirnya menerima dan meminta saya untuk melakukan pengajian rutin di sana. Jika dibandingkan masuk di diskotek dengan Sarkem yang ada di Jogja, lebih susah masuk Sarkem.
Karena tidak banyak orang yang tahu saya di sana. Apalagi di sana banyak preman dan persoalannya terlalu komplek.
Orang dikenal itu akan memudahkan lobi. Orang yang tidak dikenal cenderung dicurigai.
Gus Miftah berdakwah di lokalisasi mana saja?
Kalau di Jogja ada Sarkem dan Ngebong. Ngebong itu lokalisasi yang stratanya di bawah Sarkem. Itu murni lokalisasi yang ada di pinggir jalur rel kereta api.
Dari dahulu susah sekali saya masuk ke sana.
Tapi alhamdulillah sebelum Ramadan kemarin saya bisa dan akhirnya minta dirutinkan.
Beberapa kali saya juga di DM oleh masyarakat untuk bisa berdakwah di Sunan Kuning Semarang. Yang perlu saya libatkan adalah penguasa lokal.
Apalagi ini ada isu rencana penutupan tentu penolakannya akan semakin besar.
Apakah mereka bertobat setelah diceramahi Gus Miftah?
Tentu tidak seketika begitu. Terutama anak-anak yang berkecimpung di dunia malam. Bahasa yang saya gunakan lebih universial.
Saya menghindari penghakiman. Yang berhak menghakimi manusia adalah Tuhan.