Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sarah, istri aktor Rizal Djibran, diperiksa sebagai saksi atas laporannya di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2023).
Ia diketahui melaporkan Rizal Djibran ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Pemicu KDRT diduga karena Sarah menolak ajakan Rizal untuk berhubungan intim dengan cara yang dinilainya sebagai penyimpangan seksual.
Sarah didampingi tim kuasa hukumnya diperiksa sekitar empat jam oleh penyidik.
Baca juga: Konflik Rizal Djibran dan Istri Terjadi Sebelum Mereka Menikah, Dugaan KDRT Jadi Puncaknya
"Ada sekitar 25 pertanyaan, dari jam dua siang tadi sampai sekarang," kata Tris Haryanto selaku kuasa hukum Sarah, usai pemeriksaan hari ini.
Adapun Sarah memberi keterangan ke penyidik seputar awal permasalahan kronologi, serta bukti dugaan KDRT.
"Jadi sudah disampaikan semuanya sama klien saya berikut bukti-bukti yang ada," ujar Tris Haryanto.
Lebih lanjut Tris menjelaskan bahwa kliennya mendapat luka lebam akibat menolak hubungan seksual dari Rizal Djibran.
Sebab dinilai, Rizal Djibran meminta hubungan seksual tapi menyimpang.
Karena Sarah menolak, Rizal akhirnya melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya.
"Karena terlapor RD ini meminta hubungan seksual ke klien saya itu menyimpang, karena penolakan dari klien saya akhirnya menimbulkan dugaan kekerasan fisik dalam rumah tangga, yang mengakibatkan luka lebam di bagian tangan dan kakinya," jelas Tris.
Terkait penyimpangan seksual yang dimaksud, Trus enggan menjelaskan secara detail, sebab itu ranah privasi.
Namun ia menyampaikan perumpamaan penyimpangan seksual yang dilakukan Rizal Djibran terhadap Sarah.
"Ibarat perumpamaan, sudah disediakan pintu untuk keluar masuk, kenapa harus lewat jendela," beber Tris.
"Nah, jadi nggak perlu saya kompletkan seperti apa, karena ini nggak etis. Kira-kira seperti itu, mungkin teman-teman bisa menyimpulkan," pungkasnya.
Dalam laporan Sarah, Rizal Djibran dikenakan Pasal 5 huruf a juncto Pasal 44 ayat (1) dan atau Pasal 8 huruf a juncto Pasal 46 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Penghapusan KDRT dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.