TRIBUNNEWS.COM, TIRANA - Para peserta Kejuaraan Dunia Ketepatan Mendarat Paralayang Antar Negara (WPAC) FAI IX Albania 2017, langsung “tancap gas” di Ronde I, Sabtu (6/5/2017).
Tak kurang dari 15 pilot (sebutan bagi atlit olahraga dirgantara) mencatat nilai nol, artinya tepat menginjak titik nol.
Termasuk pilot Indonesia Permadi Chandra, peringkat ke-27 dunia sementara. Dalam nomor Ketepatan Mendarat, jumlah nilai terkecil yang menentukan juara. Nilai tiap ronde/penerbangan adalah jarak kaki menginjak tanah pertama kali dari titik nol.
Karenanya obsesi semua pilot adalah mendarat tepat di titik nol, yang bernilai 00,00. Berlangsung secara kompetisi penuh, maka Juara Dunia akan ditentukan jumlah nilai terkecil yang diperoleh peserta sebanyak 150 pilot asal 28 negara hingga kejuaraan berakhir pada 14 Mei.
Selain Kelas Umum yang merupakan peringkat gabungan pilot putri dan putra, serta Kelas Putri, WPAC (Wolrd Paragliding Accuracy Championship), kegiatan tetap FAI (Federasi Aeronautika Internasional), induk olahraga dirgantara dunia, yang berlangsung tiap dua tahun, sangat bergengsi bagi semua pilot karena merupakan kejuaraan antar negara.
Sedangkan Seri Piala Dunia Ketepatan Mendarat Paralayang (PGAWC) adalah kejuaraan tahunan perorangan.
Nilai akhir tiap negara, ditentukan jumlah nilai terbaik tiga hingga empat pilotnya. Pada WPAC 2015 di Puncak, Jawa Barat, Thailand memborong dua emas; di Kelas Beregu dan Kelas Putri atas nama pilot seniornya Nunnapat Phuchong. Dede Supratman berhasil menyelamatkan wajah tuanrumah dengan merebut juara Kelas Umum. Sedang di Kelas Beregu Indonesia meraih perunggu.
Di dalam kelompok utama 15 besar pilot yang mencatat nilai sempurna 0, Chandra, asal Jawa Timur, tidak hanya “dikeroyok” pilot peringkat teratas dunia sementara dan juara bertahan Kelas Umum Seri PGAWC 2016 Goran Djurkovic (Serbia), namun juga andalan Thailand, Tanapat Luangiam dan rekannya, Jirasak Witeetham.
Meski baru memasuki Ronde I, namun jika ajang ini dijadikan tolok ukur menghadapi Asian Games 2018, maka lawan kuat Indonesia jelas tetap Thailand dan Cina. Pilot Cina, Zhifeng Zhu dan dua rekannya berada dikelompok besar ketiga, yakni pilot yang mencatat nilai 2, sebanyak 8 orang.
Sedangkan di kelompok besar kedua, yang mencatat nilai 1 ada 4 pilot, termasuk andalan Slovenia, Matjaz Sluga, runner up peringkat teratas dunia sementara dan runner up WPAC 2015.
Yang tak kalah “mengerikan” adalah kelompok besar keempat, yakni yang mencatat nilai 3 sebanyak 20 pilot. Dipastikan mereka takkan kalah ngotot dengan dua kelompok di atasnya dan berusaha menyodok ke kelompok utama pada ronde berikut.
Kepada Tagor Siagian, staf Humas FASI (Federasi Aero Sport Indonesia), pelatih kepala tim nasional Indonesia, Gendon Subandono, yang mendampingi tim Merah Putih mengatakan, selain pimpinan tim, Ketua Persatuan Gantolle dan Paralayang Indonesia (PGPI) Djoko Bisowarno dan pelatih Teguh Maryanto, saat Ronde II sudah hampir 70 pilot terbang, lomba ditutup sekitar pukul 18.30 waktu setempat (23.30 WIB), akibat angin dari arah belakang lokasi lepas landas (tailwind). Baru 3 dari 7 pilot Indonesia yang terbang; Irvan “Ipang” Winarya (nomor urut terbang 14), Aris Afriansyah (41) dan Rika Wijayanti (67). Lomba hari kedua, Minggu (7/5) yang dimulai pukul 10.00 waktu setempat (pukul 15.00 WIB), akan meneruskan sisa Ronde II yang belum tuntas.
Pilot Indonesia yang akan terbang adalah; Ike Ayu Wulandari (91), Permadi Chandra (110), Darumaka “Boa” Rajasa (128) dan Jafro Megawanto (142). Jafro kurang beruntung di Ronde I. Saat mendarat, meski menginjak titik nol, namun kantong tubuhnya (harness) menyentuh tanah hingga terkena diskwalifikasi dan mendapat nilai 1000.
Jika Ronde II dapat diselesaikan pada Minggu (7/5) dan cuaca serta angin memungkinkan, maka langsung akan lanjut memasuki Ronde III. Jarak tempuh 45 menit dari pantai ke takeoff, dapat merugikan peserta, karena angin dapat cepat berubah arah. Apalagi waktu tempuh terbang tiap pilot berkisar 20-25 menit, dipastikan tiap ronde bakal lama.