"Sayangnya (Dorna) memberikan jatah pabrikan ke tim satelit."
MotoGP dalam dua tahun terakhir memang kerap dijuluki Ducati Cup karena supremasi pabrikan Italia ini yang tak tertandingi.
8 pembalapnya secara bergantian bisa bersaing di grid depan. Namun sejauh ini, Marco Bezzecchi, Jorge Martin dan Francesco Bagnaia yang paling dominan.
Poncharal tak ingin menyalahkan bagaimana Ducati terlalu OP.
Terlebih dengan pengembangan Desmosedici yang berkembang pesat, jelas menguntungkan tim-tim yang bermitra dengan mereka untuk ambil bagian dalam kejuaraan dunia.
"Jujur saja, saya senang dengan bursa transfer pembalap yang bebas."
"Dan beberapa orang mengatakan Ducati memiliki 8 pembalap itu terlalu banyak," sambungnya.
"Itu bukan sesuatu yang salah jika Gresini kemudian memilih Ducati setelah mendapatkan tawaran untuk bermitra dengan Aprilia," sambung Poncharal.
"Kemudian ada juga yang menyarankan VR46 beralih ke Yamaha. Itu bukan poin utamanya, namun tanya saja ke Marini dan Bezzecchi apakah mereka mau bergabung dengan tim yang secara pengembangan jauh dari Ducati," celetuknya.
Herve Poncharal mengaku tidak kaget dengan apa yang terjadi dengan Ducati yang diminati banyak tim independen.
"Saya lama berkecimpung di MotoGP. Semua tim menginginkan menjadi kuat, dan salah satu caranya ialah bergabung dengan tim seperti Ducati. Yamaha memang sulit dalam pengembangan," paparnya.
Apa yang disampaikan oleh pemilik GASGAS KTM Tech3 ini menunjukkan bagaimana Ducati dalam hal ini tidak salah memiliki banyak second team.
Pabrikan berjuluk The Bologna Bullets ini menjadi menggoda bukannya tanpa sebab, melainkan pengembangan kuda besinya yang jauh lebih mumpuni. Sekaligus memperbesar peluang bagi pembalapnya meraih kemenangan.
(Tribunnews.com/Giri)