TRIBUNNEWS.COM - Rivalitas Valentino Rossi vs Marc Marquez tidak hanya menyoal perseteruannya di luar lintasan, tapi juga dalam hal jumlah gelar juara dunia. MM93 diklaim ngebet untuk merengkuh dua titel juara dunia MotoGP lagi untuk melewati sang legenda, VR46.
Valentino Rossi jelas merupakan legenda balap motor yang tidak bisa dilepaskan dari kejuaraan dunia MotoGP. The Doctor menjadi kiblat dan panutan semua pembalap saat ini.
Tak terkecuali Marc Marquez. Saat insiden Sepang Clash 2015 terjadi, hubungan Marquez dan Rossi sangatlah baik-baik saja.
Bahkan The Baby Alien, julukan Marquez, secara terang-terangan menyebut pembalap asal Tavullia itu sebagai idola dalam perkembangan karier balapnya.
Namun hubungan baik itu berubah sejak peristiwa MotoGP 2015 di Malaysia, di mana Rossi menuduh Marquez merecoki persaingan gelar juara dunia yang saat itu dia perebutkan dengan sesama pembalap Yamaha, Jorge Lorenzo.
Sejak saat itu, keduanya resmi menjadi musuh, baik di dalam maupun luar lintasan.
Dan dari segi prestasi jumlah titel juara, Rossi lebih unggul dari Marquez. Rossi, yang juga seorang Interisti, mengumpulkan 9 gelar juara dunia MotoGP.
Sementara Marquez memiliki 8, dengan rincian 6 di antaranya dia raih saat mentas di kelas para raja sejak debutnya tahun 2013.
Praktis, butuh 2 gelar juara dunia MotoGP untuk MM93 menyalip jumlah gelar juara dunia milik Valentino Rossi. Hal itu diamini oleh mantan pembalap MotoGP, Alex Hofmann.
"Ini adalah tim Ducati terkuat yang pernah kita miliki. Marc (Marquez) mengingatkan saya kepada Valentino saat itu," kata Hofmann dikutip dari laman Motosan.
Dia tahu bagaimana membuat langkah yang tepat pada waktu yang tepat. Kemungkinan berakhir harmonis sangat rendah."
Pria asal Jerman itu mengenal Manajer Umum Ducati, Gigi Dall'Igna dengan baik dari masa lalu mereka.
Baca juga: Kata Fermin Aldeguer soal Gantikan Posisi Marc Marquez di Gresini untuk MotoGP 2025
"Saya tahu betapa bersangkut paut cara berpikirnya. Karena itu, ia mengakui bahwa pilihan Marquez alih-alih (Jorge) Martin sama sekali tidak mengejutkannya," ujar Hofmann.
"Sudah bisa diduga bahwa ia menginginkan Marc di timnya. Cara berpikirnya di level teknis sama tidak fleksibelnya dengan Marc di lintasan balap."