TRIBUNNEWS.COM - Keluh kesah pebulu tangkis tunggal putri Korea Selatan, An Se-young, soal tata kelola badminton di negaranya akhirnya membuahkan hasil.
Kementerian Kebudayaan, Olrahaga, dan Pariwisata Korea Selatan mengeluarkan sebuah rekomendasi kepada Badminton Korea Selaran (BKA) selaku federasi bulu tangkis negara tersebut.
Pemerintah meminta BKA menghapus aturan yang melarang atlet non-pelatnas tampil di ajang bulu tangkis bergengsi di bawah BWF.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Olahraga Kementerian Kebudayaan, Olrahaga, dan Pariwisata Korea Selatan, Lee Jung-woo, dalam sebuah sesi konferensi pers.
Ia menjabarkan alasan di balik munculnya rekomendasi tersebut.
Aturan yang dibuat BKA itu dianggap membatas hak-hak para pemain non-pelatnas untuk tetap bertanding di kancah internasional.
Untuk itu, ada baiknya BKA segera mengambil tindakan menghapus aturan yang dimaksud tersebut.
"Tidak ada pada 44 olahraga di Olimpiade atau Asian Games yang melarang atlet non-pelatnas tampil di ajang internasional," kata Lee Jung-woo, dikutip dari Korean Joongang Daily.
"Aturan itu memang menghalangi kebebasan personal seorang pemain."
"Untuk itu kami meminta asosiasi segera menghapus aturan tersebut," sambungnya.
Baca juga: An Se-young Ketiban Berkah Jelang Comeback di China Open, Bocah Ajaib Bisa Pakai Sponsor Pribadi
BKA memang membuat aturan semacam itu pada tahun 2016 silam.
Di dalam aturan tersebut, ada syarat yang mengatur pebulu tangkis non-pelantas bisa tampil di kancah internasional.
Syaratnya adalah atlet tersebut harus pernah menjadi bagian pelatnas badminton Korea Selatan setidaknya selama 5 tahun.
Selain itu, ada batasan usia minimal seorang atlet non-pelatnas tampil di kancah internasional.
Bagi pebulu tangkis pria, batas minimal usianya adalah 28 tahun.
Sedangkan bagi wanita, batas usianya adalah 27 tahun.
Terlepas dari rekomendasi yang dikeluarkan Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata itu, konflik antara An Se-young dan BKA belum menemui titik temu yang solid.
Untuk diketahui, masalah antara An Se-young dan BKA terjadi ketika tunggal putri terbaik negeri Ginseng sukses meraih medali emas Olimpiade Paris 2024.
Setelah merampungkan perjuangannya di Olimpiade, ia secara tegas mengkritik BKA saat melalukan sesi wawancara.
Sebelum berlaga di Olimpiade Paris 2024, An Se-young mengaku mengalami masa sulit dengan adanya cedera yang membalutnya.
Namun, An Se-young beranggapan jika BKA tak serius dalam menangani masalah cedera yang ia alami.
Alhasil, An Se-young berjuang sendirian dan akhirnya tetap bisa meraih hasil maksimal dengan torehan medali emas Olimpiade Paris 2024.
Pernyataan atlet berusia 22 tahun tersebut langsung menimbulkan tanggapan beragam dari berbagai pihak.
Baca juga: Berkat An Se-young, Borok Federasi Badminton Korea Terbongkar, Dugaan Praktik Korupsi Menguat
Media Korea Times menilai BKA menerapkan aturan yang melanggar hak asasi manusia.
Yakni soal peraturan yang mewajibkan atlet mematuhi perintah pelatih setiap saat, saat pertandingan maupun di luar latihan.
Bahkan, pedoman tersebut secara gamblang tertulis di laman resmi BKA.
Aturan tersebut sebagaimana Tertuang berikut ini:
"Mematuhi instruksi dan perintah pelatih selama latihan dan kehidupan sehari-hari di dalam dan di luar perkampungan atlet" juga "tidak membolos latihan atau meninggalkan tempat latihan tanpa izin dari pelatih," bunyi aturan BKA.
Anggota Parlemen dari partai oposisi Partai Demokrat Korea, Kang Yu-jung, pun turun tangan.
Masih dikutip dari sumber yang sama, Kang secara tegas mengkritik aturan tersebut.
Kang menilai jika aturan itu lebih berat daripada saat melakukan wajib militer.
"Bahkan di militer, ruang lingkup perintah yang harus dipatuhi terbatas pada 'perintah dalam tugas atasan," kata Kang.
(Tribunnews.com/Guruh/Isnaini)