Tetapi ketika menyerang, Arrigo Sacchi seolah bangkit kembali, Sassuolo akan memberikan izin kepada salah satu pemain belakang untuk membantu serangan, sekaligus menjadi opsi apabila lawan menekan.
Sehingga akan ada 2 pemain belakang dan 4 gelandang yang akan menjemput bola, ditambah satu bek yang akan berada di depan 4 gelandang, untuk menerima bola lambung apabila tim terjepit.
Uniknya, Sassuolo mewajibkan satu striker untuk menjadi pemain yang akan menjemput bola, jadi membantu pergerakan menyerang Sassuolo sekaligus menarik satu pemain belakang lawan.
Dominic Berardi menjadi sosok yang akan turun ke daerah pertahanannya untuk menjemput bola, posisinya akan diisi oleh Djuricic yang sedikit melebar untuk menerima umpan tersebut.
Baca juga: Disebut Pasangan Bek Terbaik, Pembuktian Duo Veteran Italia Hadang Spanyol di EURO 2021
Baca juga: Timnas Italia Jadi Jagoannya Reksa Maulana Juara Euro 2020 Setelah Perancis Keok
Taktik ini membuat Sasuolo bisa lepas dari tekanan lawan, kuncinya adalah mengacaukan organisasi penyerangan lawan dengan memancing penyerang dan gelandang mereka dalam posisi yang penuh, sehingga membuat banyak celah di lini tengah.
Ketika di serang, apabila tim berubah dari 3 bek menjadi 5, Sassuolo akan berubah menjadi 4-2-3-1, transisinya memang akan sangat sulit, tetapi disinilah letak kejelian De Zerbi.
Taktik yang dilakukan De Zerbi adalah transformasi dari 2 filosofi permainan klasik Italia, permainan De Zerbi memberikan angin segar mengenai sepakbola Italia yang memiliki variasi permainan.
Uniknya, Sassuolo adalah tim dengan dengan rata-rata umur termuda ke-3 di Liga Italia di bawah Fiorentina dan Brescia.
Kini de Zerbi resmi hengkang ke Shahktar Donetsk, beberapa nama mulai masuk dalam incaran tim-tim papan atas Italia.
Locatelli mulai masuk buruan Juventus hingga Barcelona, bahkan striker gaek Berrardi juga masuk buruan Juventus untuk menjadi deputi.
Bukan hanya Sassuolo yang mendapatkan 'kado' dari permainan de Zerbi, namun Italia juga mengubah cara bermainnya lebih menyerang.
De Zerbi telah menjadi antitesis dalam perang budaya sepak bola di Italia, tempat di mana meminta pemain untuk berani, mengambil risiko dan bermain di bawah tekanan.
Namun tanpa pelatih seperti dia, tanpa klub seperti Sassuolo, Mancini tidak bisa memainkan sepak bola yang dimainkan Italia di Euro.
Sisanya ada pada Gasperini, Atalanta, Antonio Conte, bahkan Zdenek Zeman dan tim Pescara lamanya tanpa melupakan karya Arrigo Sacchi, Maurizio Viscidi dan Antonio Gagliardi di Federasi Sepak Bola Italia.