TRIBUNNEWS.COM - Final Liga Champions 2005, AC Milan harus menelan pil pahit ketika sepakan Shevchenko dibendung dengan apik oleh Dudek.
Jika dalam adu penalti, pahlawan dan kambing hitam hanya sebuah batas tipis, maka Nelson Dida adalah gabungan keduanya di laga tersebut.
Nelson Dida tampil prima dalam 120 menit laga, meskipun kebobolan tiga gol.
Di babak adu penalti, Dida bahkan sukses menepis sepakan Riise.
Tetapi, kegagalannya mengantisipasi sepakan Vladimir Smicer mungkin menjadi salah satu alasan kenapa Milan gagal menjadi juara.
Setelah pensiun menjadi pemain, Dida kini kembali ke AC Milan.
Dan Mike Maignan tentu merasakan tekanan besar.
Baca juga: Plus Minus Kepergian Hauge dari AC Milan, Tugas Pioli dan Maldini Punya Secercah Harapan
Baca juga: Bursa Transfer, Barcelona Kejar Locatelli, Liverpool Incar Camavinga, hingga Isco Ditukar Romagnoli
Nelson Dida adalah nama besar di bawah mistar, baik di Milan dan Brasil.
Di AC Milan, posisinya tidak tergantikan, ketika mencapai puncak penampilannya, tidak ada yang bisa menjebol gawangnya.
Sedangkan bersama Brasil, Dida adalah kiper kulit hitam pertama bagi Brasil sejak Moacir Barbosa final Piala Dunia 1950.
Dan Brasil sangat antipati kepada penjaga gawang kulit hitam, sebelum Dida mengubah stigma itu.
Bergabungnya Nelson Dida ke AC Milan tentu menjadi berkah bagi kiper Rossonerri, terutama Mike Maignan.
Menjadi runner-up musim lalu, Milan tentu menginginkan pencapaian yang lebih baik atau setidaknya menyamai.
Penjaga gawang adalah posisi krusial, dan Dida adalah contoh sempurna.