Sehingga ia tak kesulitan untuk melakukan sprint ketika berhadapan dengan barisan pertahanan tim lawan.
Apa yang dipertontonkan striker Arema FC mirip seperti Lukaku kala membela panji Nerazzurri.
Oleh Antonio Conte, Lukaku yang tinggi besar diberikan kebebasan untuk mengobrak-abrik dari berbagai penjuru, termasuk sisi sayap.
Lukaku boleh dikatakan menjadi pelayan dari Lautaro Martinez yang banyak beroperasi di dalam kotak penalti.
Pun sama halnya dengan Fortes, ia beberapa kali menunjukkan skill olah bolanya lewat manuver di sisi flank kanan permainan Arema FC.
Tentu Eduardo Almeida sudah mengantisipasi jika Fortes berperan sebagai pendobrak dari sektor sayap.
Dedik Setiawan ataupun KH Yudo akan bergantian mengisi posisi nomor 9 di dalam kotak penalti.
Benar jika Fortes adalah top skor sementara Arema FC dengan enam golnya. Namun sumbangsih dua assist yang ia bukukan menjadi bukti bahwa sang bomber tak hanya piawai dalam merobek jala tim lawan.
Kemampun dribel, speed, hingga skill olah bolanya menjadi atribut lain yang melengkapi bomber yang disebut sebagai "Cak Sodiq" di kalangan Aremania ini.
Menjadi anomali tersendiri bagi sepak bola di Indonesia, ketika banyak kub yang mematok striker tinggi besar sebagai ujung tombak dalam penyerangan.
Namun Arema FC mencoba gebrakan dengan melakukan terobosan baru merubah peran striker nomor 9 murni sebagai penyerang sayap.
Namun skema tersebut tak serta merta dapat digunakan kepada setiap striker asing.
Tentu saja berbagai aspek yang dimiliki striker tersebut menjadi penunjang apakah taktikal seperti yang diberlakukan kepada Fortes bisa diterapkan atau tidak.
(Tribunnews.com/Giri)