Di laga melawan Brighton and Hoves mereka sempat unggul dua gol sebelum justru akhirnya harus bermain imbang 2-2.
Adalah pola dan kata kunci yang sama: kebobolan di menit akhir tiap babak dan celah di lini tengah, mengeksploitasi kelemahan Liverpool di laga tersebut.
Lini tengah Liverpool punya masalah yang mirip dengan Manchester United, penempatan posisi yang kerap keliru dan minimnya opsi.
Fabinho yang biasanya menjadi motor serangan, tampak tidak terlalu banyak menawarkan opsi serangan.
Jordan Henderson yang dikenal punya akurasi umpan yang baik, harus kesulitan dengan prosentase akurasi umpan yang menurun menjadi 73 persen.
Dan di laga melawan Chelsea, Jordan Henderson 16 kali kehilangan bola, dan beberapa kali kehilangan momentum untuk menyusun serangan.
James Milner juga tidak terlalu banyak berkontribusi dan di usia 36 tahun ia nampak frustrasi ketika diganti Naby Keita, yang juga tidak banyak memberikan dampak.
Alex Oxlade-Chamberlain memiliki kontribusi dalam menyerang tetapi dari segi defensif, mantan pemain Arsenal tidak terlalu membantu.
Secara unit di lini tengah Liverpool masih belum bisa menutupi hengkangnya Wijnaldum ke PSG.
Baca juga: Soal Perpanjangan Kontrak, Inter Milan Beda Sikap kepada Perisic & Brozovic
Thiago Alcantara yang juga didatangkan, bukan tidak berkontribusi, tetapi permainan Jurgen Klopp memaksanya untuk tidak terlalu flamboyan, dan lebih menekan.
Banyak agenda yang harus dihadapi Liverpool, dengan absennya pemain untuk membela negara di Piala Afrika, Klopp tentu harus berpikir keras.
Lini depan yang menjadi kekuatan utama harus ditinggal Sadio Mane dan Mohamed Salah, opsi di lini penyerang juga sangat minim untuk mendukung pola bermain The Reds.
Dan masalah belum selesai bagi Liverpool, mengingat kondisi lini tengah mereka yang masih sangat rawan di menit-menit akhir.
Dari segi permainan, cara Liverpool memang masih sangat menghibur, tetapi jelas, Jurgen Klopp masih membutuhkan lebih banyak kerja keras di lini tengah.
(Tribunnews.com/Gigih)