"Dari sejak Pak Nurdin Halid, Johar Arifin, La Nyala, Edi Rahmayadi sampai sekarang di era Pak Mochamad Iriawan yang merupakan mantan Kapolda Metro dan Kapolda Jabar, yang juga jenderal bintang tiga di kepolisian," kata Akmal kepada Tribunnews.com, Kamis (18/11/2021).
"Artinya dari lima karakter ketua PSSI yang berbeda-beda ini, belum ditemukan rumusan kuat mengatasi masalah fundamental sepakbola kita soal pengaturan skor," imbuh dia.
Baca juga: Profil Haruna Soemitro, Exco PSSI yang Kritik Shin Tae-yong, Sulap Madura United Bertabur Bintang
Lebih lanjut, Akmal Marhali juga menyoroti potensi adanya oknum tak bertanggung jawab yang membuka akses sehingga para bandar judi internasional bisa berkeliaran di tanah air.
Hal itu ia pertegas sejak pendanaan klub dari APBD ditutup pada tahun 2011 silam oleh pemerintah.
Perlu diketahui bahwa Permendagri yang dirilis pemerintah pada tahun tersebut melarang klub profesional untuk menggunakan dana APBD, agar kompetisi sepakbola terhindar dari unsur politis.
Akmal Marhali pun menyoroti hal tersebut menjadi awal dari potensi masuknya para bandar judi internasional ke tanah air.
"Ketika kemudian hilang akal ketika 2011 APBD ditutup, masuklah kemudian bandar-bandar judi dari luar yang menurut saya difasilitasi oleh kita semua," kata Akmal.
"Tidak mungkin orang bisa masuk ke rumah kita kalau kita tidak buka pintu."
"Artinya ada pihak-pihak yang membukakan pintu untuk bandar judi ilegal dari luar negeri ini masuk," sambung dia.
Tanggapan menarik yang disampaikan Akmal Marhali pun seakan mengisyaratkan bahwa tidak mudah untuk memberantas masalah pengaturan skor sepak bola nasional.
Hal ini mengingat butuh sinergisitas dari banyak komponen untuk membersihkan sepak bola nasional dari praktik kotor tersebut.
Lalu, hal yang disampaikan Haruna Soemitro soal pengaturan skor dan judi internasional seakan membuka tabir bahwa pihaknya perlu langkah tegas untuk memberantas hal tersebut.
Alhasil sekecil apapun dugaan pengaturan skor seharusnya bisa ditindaklanjuti dengan pemberantasan yang baik agar ekosistem sepak bola nasional bisa terjaga.
(Tribunnews.com/Dwi Setiawan/Lusius Genik)