Hal tersebut membuat Lukaku mampu mencari ruang-nya sendiri untuk menciptakan gol, dan hal tersebutlah yang tak terlihat di Chelsea.
Tuchel dengan pakem 3-5-2 dan 4-2-2-2 barunya, sering menduetkan Lukaku bersama Werner. Masalahnya adalah, Werner bukanlah pemain yang nyaman berada di kotak penalti.
Itu membuat Lukaku lebih dioptimalkan oleh Tuchel untuk berada lebih banyak berdiri di kotak 16, tentu hal tersebut berpengaruh pada ketajaman sang pemain.
Musim ini, dilansir FBref, shots total Lukaku berada di angka 2.44 per pertandingan, jauh turun dibandingkan musim lalu saat dirinya masih bermain untuk Inter, shots total Lukaku mencapai angka 3.78 per pertandingan.
Itu statistik terkait individu, statistik lain berdasarkan permainan kolektif di lapangan, terlihat rekan Lukaku di lini depan Chelsea begitu jarang memberi umpan kepadanya.
Faktanya, progesi skema Thomas Tuchel lebih efektif ketika Chelsea bermain tanpa striker murni atau false nine.
Meski tak rajin mencetak gol, Havertz mampu membuka ruang bagi Mount dan winger Chelsea lainnya untuk bermain lebih menusuk dan fleksibel.
Havertz yang sering bergerak ke lini tengah dan samping membuat Mount bebas bergerak untuk mengisi pos yang ditinggalkan pemain asal Jerman tersebut.
Pun dengan keleluasaan para wing back The Blues, ketiadaan Lukaku yang sering berada di kotak penalti membuat Chillwell dan Reece James bebas untuk masuk ke kotak penalti tanpa bertabrakan dengan striker Chelsea.
Namun, dengan cederanya dua wing back Chelsea dan menurunnya performa Havertz membuat nama Lukaku diharapkan mampu menjadi goal getter utma The Blues.
Keluhannya mengindikasikan bahwa ia tak nyaman dengan sistem yang dipakai Tuchel.
Jika bersama Inter performanya begitu apik, bersama Chelsea untuk mencetak gol saja ia harus menunggu waktu yang cukup lama.
Total dari 23 pertandingan yang sudah ia jalani bersama The Blues, Lukaku hanya mampu mencatatkan namanya di papan skor sebanyak 8 kali.
(Tribunnews.com/Deivor)