SOS: Jangan dijadikan tawar-menawar politik
Akmal Marhali menuturkan, KLB baru bisa dilakukan apabila ada permintaan dari Komite Eksekutif (Exco) PSSI dengan memberikan alasan urgensi KLB.
Selain itu, KLB juga bisa digelar apabila ada permintaan dari 2/3 pemilik suara.
Padahal, saat ini baru ada dua klub yang meminta adanya KLB, sehingga pelaksanaannya tidak memenuhi syarat.
Ia pun mengingatkan agar PSSI tidak menjadikan kasus ini sebagai alat tawar-menawar politik.
"Jangan kemudian kasus ini dijadikan alat bargaining politik lagi, kita harus mengedepankan kepentingan sepak bolanya, jangan cuma jabatan," ujarnya.
Momentum perbaikan sepak bola
Akmal pun mempertanyakan alasan PSSI lebih memilih KLB dibandingkan 12 rekomendasi TGIPF lainnya.
Misalnya, membuat regulasi suporter yang menjamin keselamatan penonton dan berkomitmen agar tak ada lagi korban nyawa dalam sepak bola.
"Apakah sudah punya komitmen ini? kan belum semua dilakukan PSSI. Jangan sampai langkah-angkah yang diambil PSSI hanya clash action antara kepentingan PSSI dengan pemerintah," kata dia.
"PSSI harusnya berterima kasih dengann pemerintah karena sudah mengambil langkah-langkah strategis. Kalau tidak ada langkah itu, kita sudah dihukum FIFA," lanjutnya.
Akmal berharap agar Tragedi Kanjuruhan ini menjadi momentum untuk perbaikan menyeluruh sepak bola nasional.
"Jangan sampai meninggalnya 135 orang jadi sia-sia karena tidak ada perubahan," tutupnya. (Ahmad Naufal Dzulfaroh/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengurus Tidak Mundur, Pengamat Pertanyakan Tujuan PSSI Gelar KLB"