TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Satu dari lima terdakwa Tragedi Kanjuruhan, yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, dijatuhi vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Abdul Haris sendiri mengaku masih merasa ada yang mengganjal dari vonis 1 tahun enam bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepada dirinya itu.
Saat dimintai tanggapan mengenai kondisi pintu stadion pada saat insiden malam kelabu nahas itu terjadi.
Dengan nada yang sedikit meninggi dibandingkan beberapa detik sebelumnya, Haris menegaskan sumber utama malapetaka di pintu stadion tersebut adalah gas air mata.
"Pintu stadon sejak dulu ya seperti itu. Kalau ada gas air mata ya siapapun kalau pintu lebar ya tetap jadi masalah. (Penyebabnya) gas air mata, gas air mata," ujarnya.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang terdiri dari Abu Achmad Sidqi Amsya, Mangapul dan I Ketut Kimiarsa, menjatuhkan vonis 1,5 tahun itu kepada Haris dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (9/3).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa 1 tahun 6 bulan," kata Hakim ketua Achmad Sidqi.
Vonis 1,5 tahun yang diterima Haris itu jauh lebih ringan dari tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni hukuman penjara enam tahun delapan bulan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Haris telah lalai hingga menyebabkan 135 korban meninggal dunia dan 600 lebih luka-luka.
"Menyatakan Abdul Haris terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati luka dan luka sedemikian rupa," katanya.
Hakim menilai Haris melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP juncto Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang No 11 tahun 2022.
Adapun hal yang memberatkan terdakwa, kata hakim, yakni karena perbuatan Haris kurang mengantisipasi kondisi darurat yang timbul dalam sepak bola.
"Mengakibatkan banyak suporter trauma menyaksikan sepak bola khususnya di Kota Malang," ucapnya.
Sedangkan hal yang meringankan, Haris dinilai sudah meneruskan permintaan Kapolres Malang kala itu yakni AKBP Ferli Hidayat, untuk memajukan jadwal pertandingan.
"Hal yang meringankan, terdakwa sudah meneruskan permintaan saksi Ferli Hidayat kepada PT LIB untuk memajukan jadwal pertandingan sepak bila demi alasan keamanan.
Namun alasan itu tidak dipenuhi karena berbenturan dengan kepentingan bisnis semata karena LIB terikat kontrak dengan Indosiar," kata hakim.
"Hal itu sangat disayangkan sebab hal itu LIB telah menempatkan pemain pemain, officer sebagai objek dan mengabaikan keselamatan mereka," ucap hakim.
Kemudian, hal yang meringankan lainnya peristiwa itu terjadi karena dipicu turunnya suporter dari tribun.
Hakim juga menilai terdakwa telah ikut berpartisipasi membantu meringankan penderitaan korban dan keluarga.
Lalu hakim menyebut terdakwa juga belum pernah dipidana, dan sudah mengabdi di dunia sepak bola.
Mendengar putusan itu, terdakwa, pengacara dan jaksa mengaku akan pikir-pikir.
"Pikir-pikir Yang Mulia," kata mereka.
Abdul Haris sendiri mengaku masih merasa ada yang mengganjal dari vonis 1 tahun enam bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim kepada dirinya itu.
"Masih kita pertimbangkan lagi, kami belum bisa melihat secara penuh apa yang disampaikan majelis hakim".
"Tapi sementara ini akan kami pertimbangankan lagi kami pikirkan lagi, pada hal-hal yang ganjel," katanya dengan suara terbata-bata saat berjalan keluar dari ruang sidang di PN Surabaya.
Meskipun vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan JPU, Haris mengaku masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Ia merasa masih banyak pihak-pihak dalam kasus ini yang perlu dimintai pertanggungjawaban di depan pengadilan.
Seperti PT LIB, PSSI, dan pihak pengamanan pelaksanaan sepak bola. Sehingga, baginya tak adil jika semua tanggung jawab atas kasus tersebut dibebankan kepada dirinya.
"Yang berkaitan dengan sepak bola, ada LIB, ada federasi (PSSI, red), juga ada penanggungjawab keamanan. Semua kalau dilimpahkan ke kami juga enggak adil.
Semua harus ikut pertanggungjawaban," katanya.
Apalagi saat dimintai tanggapan mengenai kondisi pintu stadion pada saat insiden malam kelabu nahas itu terjadi.
Dengan nada yang sedikit meninggi dibandingkan beberapa detik sebelumnya, Haris menegaskan sumber utama malapetaka di pintu stadion tersebut adalah gas air mata.
"Pintu stadon sejak dulu ya seperti itu. Kalau ada gas air mata ya siapapun kalau pintu lebar ya tetap jadi masalah. (Penyebabnya) gas air mata, gas air mata," ujarnya.
Selain vonis 1,5 tahun kepada Haris, majelis hakim PN Surabaya kemarin juga menjatuhkan vonis 1 tahun penjara kepada Security Officer pertandingan Arema FC vs Persebaya, Suko Sutrisno.
Majelis hakim PN Surabaya menilai Suko terbukti bersalah dalam tragedi yang menewaskan 135 orang usai pertandingan tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara satu tahun," kata ketua majelis hakim Achmad Sidqi membacakan amar putusan.
Suko dinilai melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP juncto Pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang No 11 tahun 2022.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta Suko dihukum 6 tahun 8 bulan penjara.
Selain Haris dan Suko, ada tiga tersangka lagi dari pihak kepolisian yang akan menjalani sidang vonis.
Tiga terdakwa dari kepolisian itu yakni eks Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Mereka semua dituntut oleh JPU dengan hukuman 3 tahun penjara.
Sementara satu tersangka lainnya, yakni eks Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita hingga saat ini masih bebas dan belum diadili.
Pasalnya, penyidik dari Polda Jatim belum bisa melengkapi berkas perkaranya. (tribun network/hur/dod)